Xi Jinping Perintahkan Kesiapsiagaan Total Hadapi Tarif Trump, China Aktifkan Mode Perang
![]() |
Xi Jinping perintahkan kesiapsiagaan total hadapi tarif Trump, China aktifkan "Mode Perang". (Dok. Getty Images) |
PEWARTA.CO.ID - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kian memanas setelah Presiden AS Donald Trump kembali meluncurkan tarif tinggi atas produk asal Negeri Tirai Bambu.
Menanggapi tekanan tersebut, Presiden China Xi Jinping dikabarkan telah menginstruksikan para pejabatnya untuk bersiaga penuh layaknya dalam kondisi perang.
Mengutip laporan Reuters, Minggu (13/4/2025), empat sumber terpercaya menyatakan bahwa Beijing telah mengaktifkan "mode perang" di kalangan birokrat, terutama mereka yang berada di kementerian luar negeri dan perdagangan.
Tujuannya adalah untuk menyusun strategi balasan, termasuk diplomasi agresif ke berbagai negara mitra.
"Sebagai bagian dari sikap 'siap perang' birokrat di kementerian luar negeri dan perdagangan telah diperintahkan untuk membatalkan rencana liburan dan tetap menyalakan telepon seluler sepanjang waktu," kata dua orang sumber.
Para pejabat di kementerian terkait juga diperkuat secara internal, terutama mereka yang berpengalaman menangani kebijakan AS selama masa jabatan pertama Trump.
Strategi yang diterapkan tidak hanya bersifat reaktif, melainkan juga proaktif dengan menggalang dukungan dari negara-negara yang turut terdampak oleh tarif AS.
Empat narasumber mengungkapkan bahwa diplomasi China saat ini diarahkan untuk menjalin kerja sama dengan negara lain yang juga menjadi sasaran kebijakan proteksionisme Trump.
Upaya ini dilakukan melalui komunikasi langsung, termasuk pengiriman surat resmi.
"Sekutu lama AS di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan juga telah dihubungi," tutur dua orang lainnya.
Tarif saling membalas
Perang dagang yang sedang berlangsung ini dipicu oleh keputusan Presiden Trump dua pekan lalu yang menetapkan tarif sebesar 54% terhadap berbagai produk asal China.
Sebagai balasan, Beijing menerapkan tarif sebesar 125% untuk barang-barang asal AS.
AS kemudian meningkatkan tekanannya dengan menaikkan tarif menjadi 145%.
Di tengah ketegangan tersebut, seorang juru bicara Kedutaan Besar China di Washington menegaskan bahwa Beijing sejatinya tidak menginginkan perang dagang.
Namun, mereka siap menghadapi jika kondisi tersebut dipaksakan oleh pihak lawan.
"Jika AS mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kebaikan publik komunitas internasional dan mengorbankan kepentingan sah semua negara demi hegemoninya sendiri, pasti akan menghadapi tentangan yang lebih kuat dari komunitas internasional," kata pejabat itu.
Komunikasi diplomatik mandek
Meski hubungan awal antara Trump dan Beijing sempat berjalan mulus setelah pelantikannya pada 20 Januari lalu, situasi cepat memburuk.
Hubungan diplomatik yang sebelumnya sempat terbuka di masa jabatan pertama Trump, kini tak menunjukkan saluran komunikasi yang efektif.
Saat itu, mantan Duta Besar China untuk AS Cui Tiankai memiliki akses langsung ke Jared Kushner, menantu Trump, yang memungkinkan komunikasi strategis berjalan lancar.
Kini, hubungan tersebut tak lagi tersedia, dan menurut seorang pejabat, China bahkan tak mengetahui siapa yang menjadi juru bicara utama Trump dalam isu bilateral mereka.
Salah satu upaya diplomatik terbaru dari Beijing adalah ketika Duta Besar China untuk AS, Xie Feng, mencoba menjalin komunikasi dengan tokoh berpengaruh sekaligus sekutu Trump, Elon Musk.
Namun, usaha ini dilaporkan gagal membuahkan hasil.
Selain itu, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dikabarkan mencoba bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio sosok yang dikenal kritis terhadap Beijing dalam kunjungannya ke New York pada Februari lalu.
Namun, rencana pertemuan itu tak pernah terwujud.
Tidak adanya interaksi resmi yang signifikan antara diplomat tingkat tinggi kedua negara memperjelas kebuntuan komunikasi saat ini, kecuali satu panggilan telepon singkat dan dingin yang terjadi pada akhir Januari.
Negosiasi tingkat tinggi yang tertunda
Dari sisi AS, Gedung Putih mendorong agar Beijing mengirimkan pejabat senior di bidang perdagangan untuk membuka ruang dialog.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan bahwa Presiden Trump ingin langsung berbicara dengan Presiden Xi Jinping.
Trump pun menyatakan keterbukaannya kepada media untuk bertemu Xi, yang dia sebut sebagai "teman." Namun, hingga kini belum ada kepastian terkait waktu maupun bentuk dari pertemuan yang direncanakan tersebut.
Sementara itu, menurut Zhao Minghao, pakar hubungan internasional dari Universitas Fudan di Shanghai, pendekatan langsung semacam itu belum tentu sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan di China.
"Bagi pihak China, biasanya ada kesepakatan dan kerja sama di tingkat kerja dan kemudian kita dapat mengatur pertemuan puncak," katanya.