Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Wamendagri Ingatkan Revisi UU Pemilu Tak Boleh Abaikan Otonomi Daerah

Wamendagri Ingatkan Revisi UU Pemilu Tak Boleh Abaikan Otonomi Daerah
Wamendagri Bima Arya Sugiarto dalam Seminar APHT-HAN Tahun 2025 yang bertajuk “Perubahan UU Pemilu Menuju Tata Kelola Pemilu yang Berkepastian dan Berkeadilan” di Denpasar, Bali, Jumat (25/4/2025). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menegaskan pentingnya menjaga prinsip otonomi daerah dalam proses revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Menurutnya, setiap langkah perubahan regulasi pemilu harus tetap berpegang pada kesepakatan bersama yang mengakui dan menghormati kewenangan daerah.

Penegasan itu disampaikan Bima dalam Seminar Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHT-HAN) Tahun 2025 yang digelar di Denpasar, Bali, pada Jumat (25/4/2025). Seminar tersebut mengangkat tema “Perubahan UU Pemilu Menuju Tata Kelola Pemilu yang Berkepastian dan Berkeadilan”.

“Sejauh mana kita memberikan kewenangan kepada daerah, kepada provinsi, kepada kota dan kabupaten?” ujar Bima Arya dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta.

Bima menjelaskan bahwa pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah bukan hanya soal administratif, tetapi merupakan bagian penting dari upaya mencapai keseimbangan dalam tata kelola pemerintahan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Menurutnya, tanpa pembagian tugas yang jelas, keseimbangan antara pusat dan daerah sulit tercapai.

Ia juga mengingatkan agar isu pembagian kewenangan ini tidak dipandang secara sempit, misalnya dengan menganggap bahwa pengambilalihan wewenang oleh pusat selalu berarti sentralisasi.

“Jadi jangan disederhanakan kemudian oh ini sentralisasi, oh ini kewenangan di daerah, tidak,” tegasnya.

Momen peringatan Hari Otonomi Daerah yang jatuh pada 25 April juga dimanfaatkan Bima untuk mendorong evaluasi menyeluruh terhadap penerapan otonomi di berbagai daerah. Ia menilai bahwa penguatan kapasitas daerah dan penerapan prinsip meritokrasi menjadi syarat utama agar otonomi daerah berjalan efektif.

“Otonomi daerah tak mungkin berjalan optimal tanpa penguatan kapasitas di daerah dan penerapan prinsip meritokrasi,” ungkap Bima.

Ia mengajak semua pihak untuk melihat implementasi otonomi daerah secara menyeluruh dan tidak hanya dari satu sisi. Dengan begitu, sistem pemerintahan bisa lebih adaptif terhadap tantangan demokrasi dan pembangunan.

Dalam kesempatan yang sama, Bima Arya juga menyoroti pentingnya sistem penegakan hukum dalam mendukung kualitas penyelenggaraan pemilu, baik di tingkat pusat maupun daerah. Ia menekankan bahwa meskipun sistem pemilu mengalami perubahan, kualitas penyelenggaraan tetap sangat tergantung pada bagaimana hukum ditegakkan secara konsisten dan adil.

Menurut Bima, keberhasilan pemilu bukan hanya ditentukan oleh bentuk sistemnya, tetapi juga oleh kekuatan hukum yang mengiringinya. Karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu harus menjadi perhatian utama dalam proses revisi UU Pemilu.

“Apa pun bentuk pemilu yang diterapkan, kualitasnya tetap bergantung pada sistem penegakan hukum,” jelasnya.

Seminar APHT-HAN 2025 ini juga dihadiri sejumlah tokoh penting dalam bidang kepemiluan dan hukum tata negara. Turut hadir Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja, anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin, dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif.

Selain itu, Sekretaris Dewan Pembina APHT-HAN Suko Wiyono dan Sekretaris Jenderal APHT-HAN Bayu Dwi Anggono juga turut hadir, bersama sejumlah peserta lainnya yang berasal dari kalangan pengajar hukum dan pemerhati pemilu.