Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Tito Ajak Akademisi Bongkar Ulang Sistem Pilkada: 'Punya Potensi Konflik Kalau Tak Di-manage'

Tito Ajak Akademisi Bongkar Ulang Sistem Pilkada: 'Punya Potensi Konflik Kalau Tak Di-manage'
Mendagri Muhammad Tito Karnavian dalam acara Pelantikan Pengurus dan Halalbihalal IKA UII 2025 DPP IKA UII di Jakarta, Jumat (25/4/2025). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyerukan peran aktif kalangan akademisi dalam mengevaluasi sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia. Ia menilai kontribusi pemikiran kampus sangat penting untuk menyempurnakan tata kelola demokrasi lokal yang saat ini masih menghadapi berbagai tantangan.

Seruan ini disampaikan Tito saat menghadiri pelantikan Pengurus Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Islam Indonesia (UII) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) 2025 yang dirangkaikan dengan acara Halalbihalal di Jakarta, Jumat (25/4/2025).

“UII dengan banyak pemikirnya bisa membuat kajian juga, yang juga bisa menjadi masukan buat kami pemerintah, dan juga kepada DPR sebagai pembuat undang-undang, karena kemungkinan bisa merevisi undang-undang tentang pilkada,” ujar Tito dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (26/4).

Tito menjelaskan bahwa pilkada serentak yang akan digelar pada 27 November 2024 sejatinya merupakan upaya efisiensi. Namun, dalam praktiknya masih banyak daerah yang mengalami pemungutan suara ulang (PSU). Kondisi ini menurutnya bisa mengganggu stabilitas pemerintahan daerah.

Sebagai mantan Kapolri, Tito menekankan pentingnya antisipasi terhadap potensi konflik selama proses pemilu berlangsung, terutama bila tidak dikelola dengan baik. Ia menilai bahwa pemilu memang merupakan simbol demokrasi, namun tetap harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian.

“Apa pun juga punya potensi konflik, yang kalau tidak bisa di-manage bisa menjadi violent, kekerasan. Violent conflict, konflik kekerasan,” katanya.

Dalam pandangannya, sistem pilkada langsung memang memberikan ruang luas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung. Ini sekaligus memperkuat legitimasi kepala daerah terpilih. Namun, Tito juga tidak menampik bahwa pilkada langsung memiliki kelemahan, salah satunya soal tingginya biaya politik.

“Pemilihan itu adalah titik tanda demokrasi,” ujarnya menegaskan.

Ia menambahkan, sistem ini membuka kesempatan kepada siapa pun untuk ikut dalam kontestasi, tak terbatas latar belakang sosial atau ekonomi.

“Semua orang boleh ikut dalam pemilihan, dan kita bisa menemukan pemimpin-pemimpin yang mungkin tidak dapat kesempatan kalau dilaksanakan penunjukan,” lanjut Tito.

Namun agar proses demokrasi ini tetap sehat, ia menilai perlu ada pengawasan ketat, evaluasi menyeluruh, serta mekanisme yang bisa mereduksi praktik politik transaksional maupun potensi konflik sosial.

Di akhir sambutannya, Tito memberikan apresiasi kepada komunitas alumni UII yang dianggapnya kompak dan berkontribusi besar terhadap pembangunan bangsa. Ia merasa terhormat bisa hadir di acara tersebut, sekaligus mendorong para alumni untuk terus aktif dalam memberi masukan terhadap kebijakan publik.

“Saya berterima kasih banyak mendapat kehormatan diundang di acara. Yang saya tahu UII ini kompak, solid, dan salah satu ikatan alumninya, salah satu yang sangat aktif. Kemudian kompak dan banyak memberikan warna,” tutur Tito.

Melalui momentum ini, Mendagri berharap diskursus publik tentang reformasi sistem pilkada bisa terus digulirkan, dan kampus khususnya UII bisa menjadi motor penggeraknya.