RI dan AS Hampir Sepakat Tarif Dagang, IHSG Bisa Melonjak? Investor Diminta Siap-siap!
![]() |
Ilustrasi - RI dan AS hampir sepakat tarif dagang. (Dok. Okezone). |
PEWARTA.CO.ID - Negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat memasuki babak baru yang menjanjikan. Pemerintah menargetkan penyelesaian kesepakatan tarif dalam 60 hari ke depan. Kabar yang disambut positif oleh pelaku pasar dan investor, terutama menjelang pembukaan kembali bursa pasca-libur panjang.
Optimisme terhadap arah kebijakan perdagangan mulai menguat setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa negosiasi dengan pemerintah Amerika ditargetkan rampung dalam waktu dua bulan. Tujuannya adalah untuk mengamankan akses dagang sebelum masa relaksasi tarif selama 90 hari berakhir.
Langkah cepat ini dinilai krusial dalam menghadapi ketidakpastian kebijakan tarif dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang dikenal cukup agresif dalam mengenakan tarif tinggi kepada negara-negara mitra dagangnya.
Kepastian arah kebijakan ini dinilai dapat memicu sentimen positif di pasar modal. Ezaridho Ibnutama, Head of Research NHKSI, menyatakan bahwa kabar ini bisa menjadi katalis kuat bagi penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Kabar ini (kesepakatan RI-AS dalam waktu 60 hari) seharusnya menjadi berita positif bagi investor, dan dapat memberikan keuntungan bagi indeks setelah libur panjang karena Jumat Agung setelah pasar kembali pada Senin,” ujar Eza, Minggu (20/4/2025).
Ia juga menambahkan bahwa perkembangan ini memberi napas lega bagi pelaku pasar. Akhir pekan lalu, IHSG tercatat menguat sebesar 0,6 persen dan ditutup di level 6.438.
“Investor dapat bernapas lega untuk saat ini,” tambah Eza.
Meski sentimen membaik, analis dari Phintraco Sekuritas mengingatkan bahwa pasar masih bersikap hati-hati menanti kepastian hasil negosiasi tarif antara RI dan AS. Mereka menyebut IHSG masih berada dalam fase konsolidasi.
“IHSG diperkirakan masih melanjutkan fase konsolidasi dalam rentang 6.400–6.500 pada Senin (21/4),” tulis Phintraco dalam risetnya.
NHKSI juga mencatat bahwa Indonesia tengah mengikuti langkah sejumlah negara dalam mempercepat perundingan untuk menghindari risiko tarif tinggi seperti yang dialami oleh China. Negara-negara yang belum memiliki kesepakatan bilateral dengan AS disebut berada dalam posisi rentan.
Langkah strategis Indonesia ini dipandang sebagai bentuk antisipasi terhadap gelombang proteksionisme dagang dari Amerika yang bisa mengganggu arus ekspor dan stabilitas ekonomi nasional.
Jika kesepakatan benar-benar tercapai dalam waktu 60 hari, hal ini bisa menjadi pemicu reli di pasar saham dalam beberapa bulan ke depan. Kepastian perdagangan antara dua negara ekonomi besar ini bisa mendorong arus modal asing kembali masuk ke Indonesia.
Namun investor tetap diimbau untuk mencermati perkembangan lebih lanjut dan memperhatikan volatilitas pasar selama masa negosiasi berlangsung.