Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Komnas HAM Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis: Desak Penegakan Hukum dan Perlindungan Pers

Komnas HAM Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis: Desak Penegakan Hukum dan Perlindungan Pers
Komnas HAM kecam kekerasan terhadap jurnalis: Desak penegakan hukum dan perlindungan pers. (Dok. Ist)

Jakarta, Pewarta.co.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan sikap tegas terhadap insiden kekerasan yang kembali menimpa jurnalis di Indonesia.

Lembaga ini mengecam tindakan tersebut karena dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers yang telah dijamin secara konstitusional.

“Komnas HAM mengecam kekerasan terhadap jurnalis dan ini terjadi keberulangan yang kesekian kali,” ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah kepada ANTARA saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Anis menekankan bahwa kebebasan pers bukan hanya dijamin dalam UUD 1945, tetapi juga diperkuat oleh dua regulasi utama, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ia menyebutkan bahwa kebebasan ini merupakan bagian dari hak asasi yang fundamental, sekaligus memiliki peran penting dalam memperkuat demokrasi.

Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum agar menindak tegas pelaku kekerasan terhadap jurnalis.

Pemerintah pun diimbau untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

“Dan kami mendorong agar semua pihak termasuk aparat penegak hukum dan Pemerintah [untuk] menghormati, menjamin, dan melindungi kebebasan pers di Indonesia dalam menjalankan kerja-kerja jurnalismenya,” demikian Anis.

Sepanjang awal 2025, sejumlah insiden dugaan kekerasan terhadap jurnalis telah dilaporkan. Salah satu kasus terbaru terjadi pada Sabtu (5/4/2025) di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah.

Dalam kejadian itu, pewarta foto LKBN ANTARA, Makna Zaezar, mengalami tindakan kekerasan oleh seorang ajudan Kapolri saat sedang meliput kegiatan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

Zaezar menceritakan bahwa saat Kapolri memulai kunjungannya di peron stasiun dengan menyapa pemudik difabel dan lansia, suasana masih kondusif.

Namun, ketegangan mulai muncul saat ajudan Kapolri meminta jalur dibuka untuk melanjutkan inspeksi ke dalam kereta.

Dalam prosesnya, ajudan tersebut terlibat adu argumen dengan anggota Humas Polri, dan Zaezar pun memilih menjauh dari lokasi.

"Nah, posisi saya di kiri. Saya tahu kalau beliau mau ke kiri ‘kan, makanya saya pindah ke seberang. Waktu sebelum saya pindah ke seberang, si ajudannya ini ngomel-ngomel, ‘Kalian kalau dari pers, tak (saya) tempeleng satu-satu’," kata MZ saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (6/42025).

Usai mendengar ancaman itu, Zaezar kembali ke posisi awalnya. Namun secara mengejutkan, ajudan tersebut diduga melakukan tindakan kekerasan fisik terhadapnya.

"Dia mengeplak, ya, kalau bahasanya sini itu ngeplak bagian kepala belakang. Nah, setelah itu saya kaget, ya. 'Wah, kenapa, Mas?' Saya bilang begitu, lalu orangnya diam. Kemudian, dia lanjut marah-marah, kemudian lanjut kerja lagi," ujarnya.

Belakangan, ajudan yang diketahui bernama Ipda E, anggota tim pengamanan protokoler Kapolri, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut dalam pertemuan dengan Zaezar di Kantor ANTARA Biro Jawa Tengah, Semarang.

"Saya menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media atas kejadian di Stasiun Tawang," kata Ipda E.

Insiden ini menambah panjang daftar kekerasan yang dialami insan pers di Indonesia.

Komnas HAM berharap kejadian ini menjadi momentum penting untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis serta mempertegas tanggung jawab aparat dan pemerintah dalam menjamin kebebasan pers sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi.

Advertisement