'Jumbo' Bikin Penonton Milenial Menangis Haru, Tertawa, dan Nostalgia dalam Satu Film
![]() |
Poster JUMBO, film animasi pertama dari Visinema Animation. (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Film animasi Jumbo menjadi kejutan menyenangkan di tengah minimnya tontonan animasi lokal berkualitas di layar lebar Indonesia. Tidak hanya menyasar anak-anak sebagai target penontonnya, Jumbo sukses menyentuh hati para generasi milenial yang tumbuh besar pada era 1980-an hingga 1990-an.
Dikemas dengan gaya penceritaan penuh nuansa nostalgia, Jumbo ibarat mesin waktu yang membawa penontonnya kembali ke masa kecil, era saat permainan kasti di lapangan, obrolan ringan antar tetangga, dan rumah-rumah beratap genteng masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Atmosfer khas Indonesia begitu terasa sejak menit pertama film dimulai.
Tokoh-tokoh seperti Don, Nurman, Maesaroh, dan Atta dibangun dengan karakteristik yang dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Don digambarkan sebagai anak yang kerap dirundung karena lamban saat bermain. Nurman adalah sosok penggembala kambing yang penuh kesetiaan. Maesaroh, si gadis periang, dan Atta, bocah populer jago main bola, menyempurnakan potret kehidupan sosial anak-anak di masa lalu.
Unsur lokal semakin kuat dengan penggambaran persoalan sosial-ekonomi, seperti isu pembongkaran makam demi pembangunan jalan, yang terasa akrab dan relevan dalam konteks masyarakat Indonesia hingga hari ini.
Selain membangkitkan kenangan masa kecil, Jumbo menyisipkan pesan moral yang mengena dan bersifat universal. Film ini mengajarkan pentingnya empati, keberanian, dan arti persahabatan melalui perjalanan karakter utamanya, Don, yang sedang berjuang menghadapi kehilangan orangtuanya.
Dalam kisahnya, Don bertemu dengan Meri, arwah anak perempuan yang mencari tahu siapa yang membongkar makam orangtuanya. Dari hubungan mereka, penonton diajak menyelami makna mendalam tentang saling memahami dan tidak cepat menghakimi. Dinamika hubungan mereka memperlihatkan bahwa setiap orang, bahkan anak-anak, menyimpan cerita dan luka masing-masing.
Karakter-karakter dalam film ini tidak sekadar pelengkap, tetapi dibangun dengan kedalaman emosi yang kuat. Don tampil sebagai simbol keteguhan hati, sementara Meri menghadirkan sisi spiritual yang menyentuh. Ketiganya bersama Nurman, Maesaroh, dan Atta, menghadirkan dinamika persahabatan yang kompleks namun relatable.
Secara visual, Jumbo menyuguhkan animasi tiga dimensi dengan warna-warna cerah, detail yang halus, dan gerakan yang dinamis. Kualitas animasi ini membuktikan bahwa industri animasi Indonesia telah mampu bersaing dengan standar internasional.
Musik menjadi elemen penting dalam membangun atmosfer emosional film ini. Lagu "Kumpul Bocah" dari Maliq & D’Essentials serta lagu tema yang dibawakan oleh Prince Poetiray dan Quinn Salman mampu menambah kedalaman emosi dalam film. Lagu-lagu yang hadir terasa menyatu dengan alur cerita dan memperkuat pengalaman menonton.
Meski menyajikan cerita yang kuat dan visual memukau, Jumbo tidak lepas dari sejumlah kekurangan teknis. Misalnya, tempo cerita sedikit terhambat karena penggunaan subjudul transisi antar-bab yang menimbulkan jeda cukup panjang. Selain itu, sinkronisasi antara gerakan mulut dan suara beberapa karakter belum sepenuhnya optimal.
Beberapa elemen seperti keberadaan roh yang berbicara dalam bahasa Jerman atau penempatan iklan produk di tengah film terasa sedikit mengganggu, terutama bagi penonton yang lebih sensitif terhadap gangguan naratif.
Namun demikian, kekurangan tersebut tidak mengurangi kekuatan utama Jumbo sebagai film animasi lokal yang emosional, bermakna, dan mampu memikat penonton lintas usia.
Disutradarai oleh Ryan Adriandhy yang sebelumnya dikenal sebagai komika, film ini merupakan debutnya di layar lebar dalam genre animasi. Proyek yang dikerjakan selama lima tahun ini melibatkan lebih dari 400 kreator lokal di bawah bendera Visinema Studios.
Pengisi suara Jumbo tak kalah menarik, antara lain: Prince Poetiray sebagai Don, Bunga Citra Lestari sebagai ibu Don, dan Quinn Salman sebagai Meri. Ketiganya juga berkontribusi dalam lagu-lagu yang mengisi film dengan arahan musik dari Laleilmanino.
Film ini resmi tayang di bioskop Indonesia mulai 31 Maret 2025, dan bahkan ditargetkan untuk masuk ke pasar film di berbagai negara Eropa Timur dan Asia Tengah. Melihat animo yang tinggi, bukan mustahil Jumbo akan menorehkan pencapaian lebih besar di panggung internasional.
“Melihat respons sehangat ini dari penonton Indonesia membuat setiap tantangan selama lima tahun terasa sangat berarti,” ujar Anggia Kharisma, produser film Jumbo, dalam siaran pers Visinema Studios.