Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Jangan Sepelekan Gagal Bayar Pinjol, Risikonya Bisa Rugikan Masa Depan

Jangan Sepelekan Gagal Bayar Pinjol, Risikonya Bisa Rugikan Masa Depan
Ilustrasi. Jangan sepelekan gagal bayar pinjol, risikonya bisa rugikan masa depan. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID - Kemudahan akses terhadap pinjaman online (pinjol) kerap dianggap sebagai solusi cepat untuk kebutuhan finansial.

Namun, di balik kemudahan itu, ada risiko besar yang mengintai jika seseorang gagal membayar kewajiban tersebut.

Dari bunga yang terus membengkak hingga dampak hukum dan psikologis, risiko gagal bayar pinjol seharusnya tidak dipandang sebelah mata.

Fenomena gagal bayar kian marak

Di tengah tekanan ekonomi, fenomena gagal bayar atau kredit macet dalam layanan pinjol makin sering terjadi.

Banyak faktor yang memicunya, mulai dari keterbatasan pendapatan, pengelolaan keuangan yang buruk, hingga minimnya pemahaman soal perjanjian pinjaman.

Apalagi, proses pengajuan di layanan pinjol umumnya sangat mudah tanpa banyak persyaratan.

Ketua ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, menyampaikan bahwa dampak dari gagal membayar pinjol bisa sangat serius.

Konsumen bisa terjerat denda yang terus bertambah, mengalami tekanan mental karena utang menumpuk, dan bahkan berurusan dengan hukum.

"Kenapa sih ada promosi gagal bayar (galbay)? Perlu disampaikan juga konten-konten untuk meng-counter konten tersebut. Bahwa kalau memang berniat gagal bayar, sampai diniatkan seperti itu, ini ada risiko hukumnya lho," ungkap Indrayatno dalam podcast FintechVerse 360kredi di YouTube, dikutip Minggu (13/4/2025).

Skor kredit terancam, masa depan bisa terganggu

Selain aspek hukum, gagal membayar pinjaman juga akan memengaruhi skor kredit pengguna, khususnya dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Skor ini menjadi acuan dalam berbagai proses finansial, termasuk pengajuan kredit kendaraan atau rumah.

"Jadi jangan anggap enteng bahwa sekedar melepaskan tanggung jawab, menghindari bayar ke fintech lending (pindar) kemudian hidup tenang," lanjut Indriyatno.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Komersial IdScore, Wahyu Trenggono.

Ia mengingatkan bahwa menjaga skor kredit sangat penting, karena dampaknya bisa terasa hingga ke kehidupan sosial dan profesional.

"Credit scoring harus kita jaga, karena dampaknya sangat luas. Nanti tak bisa dapat kerja, susah cari kerja, cari jodoh juga susah kalau nilai jelek," ujarnya dalam acara AFPI Journalist Workshop and Gathering di Bandung beberapa saat lalu.

Tumbuhnya pembiayaan, naiknya kredit macet

Sementara itu, data menunjukkan bahwa pembiayaan melalui pinjol atau peer-to-peer (P2P) lending terus tumbuh pesat.

Hingga akhir Februari 2025, total penyaluran pinjaman meningkat 31,6% secara tahunan menjadi Rp 87 triliun.

Namun, bersamaan dengan itu, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) juga mengalami kenaikan.

"Tingkat TWP90 berada di level 2,78% per Februari 2025, dibandingkan pada Januari sebesar 2,52%," terang Agusman dalam RDK Bulanan OJK, Jumat (11/4/2025).

Bijak sebelum berutang

Melihat tingginya risiko gagal bayar, masyarakat diimbau lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial.

Pinjaman seharusnya menjadi solusi jangka pendek, bukan beban berkepanjangan.

Pastikan Anda memahami konsekuensinya dan memiliki kemampuan membayar sebelum mengajukan pinjaman.

Advertisement