Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Hati-hati! Terlalu Sering Main Gawai Bisa Picu Autisme Virtual pada Balita

Hati-Hati! Terlalu Sering Main Gawai Bisa Picu Autisme Virtual pada Balita
Ilustrasi - Penggunaan gawai oleh anak istimewa. (Dok. Google Image).

PEWARTA.CO.ID - Paparan gawai berlebihan pada anak balita ternyata dapat menimbulkan gejala yang menyerupai autisme. Fenomena ini dikenal sebagai autisme virtual, sebuah istilah medis yang kini mulai banyak dibahas oleh para ahli kesehatan anak.

Dokter spesialis anak dengan subspesialisasi neurologi, dr. Amanda Soebadi, Sp.A (K), M.Med, mengungkapkan bahwa kebiasaan anak usia 1 hingga 3 tahun yang terlalu sering menggunakan gawai bisa berdampak negatif pada tumbuh kembang sosial dan emosional mereka.

“Ini istilah betulan yang ada di literatur, pola perilakunya mirip autisme,” kata dokter spesialis anak lulusan FK UI ini dalam webinar yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

Anak yang mengalami autisme virtual menunjukkan berbagai gangguan, seperti kesulitan dalam komunikasi sosial, perilaku yang berulang, serta ekspresi yang tidak sesuai. Sekilas, gejala-gejala ini tampak identik dengan gangguan spektrum autisme (GSA). Namun, autisme virtual sejatinya berbeda dan lebih bersifat sementara.

Ketika penggunaan gawai dikurangi atau dihentikan, anak-anak dengan kondisi ini biasanya menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Perbaikan bisa terjadi dalam bentuk kontak mata yang lebih baik, respon terhadap panggilan, dan ekspresi wajah yang mulai muncul kembali.

“Dia bisa menunjukkan perilaku autisme kalau misalnya dipanggil tidak merespon, kontak matanya kurang, ekspresi wajah kurang atau tidak sesuai. Itu karena kurang atau salah stimulasi,” ujar Amanda.

Meskipun sekilas serupa, Amanda menekankan bahwa autisme virtual bukanlah autisme sesungguhnya. Anak yang benar-benar mengidap autisme tetap akan menunjukkan kecenderungan terhadap perilaku repetitif, termasuk ketertarikan mendalam terhadap pola-pola dalam gim atau video dari gawai.

Dalam kasus autisme, meskipun penggunaan gawai sudah dibatasi atau dihentikan, perilaku khas autistik akan tetap muncul dan tidak hilang sepenuhnya.

“Perilaku autistik masih akan tetap ada walau gawai itu sebagai faktor lingkungan bukan sebagai modifier (pengubah). Bisa saja anak dengan autisme ini mungkin perilaku ada perbaikan sedikit, tapi, sifat autistik masih akan tetap ada,” kata Amanda.

Selain pengaruh lingkungan, seperti penggunaan gawai, Amanda juga mengingatkan bahwa autisme murni umumnya dipicu oleh faktor genetik. Anak-anak yang memiliki saudara kandung dengan gangguan spektrum autisme diketahui memiliki risiko sembilan kali lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa.

Advertisement