Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca
Advertisement

Hakim PN Jakpus Terima Suap Rp60 Miliar untuk Vonis Lepas Kasus Korupsi CPO, Ini Sumber Uangnya

Hakim PN Jakpus Terima Suap Rp60 Miliar untuk Vonis Lepas Kasus Korupsi CPO, Ini Sumber Uangnya
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar (kedua kanan) menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan kasus dugaan suap di PN Jakpus di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Kasus dugaan suap dalam putusan perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap aliran dana haram sebesar Rp60 miliar yang diduga digunakan untuk menyuap tiga hakim agar memutus vonis lepas (ontslag) dalam kasus tersebut.

Tiga hakim yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Minggu (13/4/2025) adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Ketiganya tergabung dalam majelis hakim yang mengadili perkara korupsi korporasi minyak goreng.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kesepakatan antara Ariyanto (AR), pengacara perusahaan yang menjadi tersangka dalam perkara korupsi tersebut, dan Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata di PN Jakarta Utara.

Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin dini hari (14/4).

Kesepakatan itu lantas diteruskan WG kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Namun, MAN tidak serta-merta menyetujui permintaan tersebut. Ia justru meminta agar jumlah uangnya dikalikan tiga, sehingga total menjadi Rp60 miliar.

AR yang menyanggupi permintaan itu kemudian menyerahkan uang dalam bentuk dolar AS melalui WG. Uang tersebut kemudian diteruskan ke MAN, dan sebagai “jasa perantara”, WG mendapatkan bagian sebesar USD 50.000.

Setelah dana diterima, MAN menunjuk tiga hakim untuk menangani perkara tersebut, yakni Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarif sebagai anggota majelis, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.

Tersangka DJU sebagai ketua majelis, tersangka AM sebagai hakim ad hoc, dan ASB sebagai anggota majelis,” jelas Qohar.

MAN kemudian memberikan uang pertama senilai Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar AS kepada DJU dan ASB, dengan alasan sebagai “uang baca berkas perkara”.

Tak berhenti di situ, MAN kembali menyetor dana tambahan dalam bentuk dolar yang jika dirupiahkan mencapai Rp18 miliar. Uang itu kemudian dibagi-bagikan: ASB menerima Rp4,5 miliar, DJU mendapat Rp6 miliar, dan AM menerima Rp5 miliar.

Menurut Qohar, majelis hakim menyadari bahwa uang yang mereka terima dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan perkara agar diputus bebas (ontslag). Hal ini pun terbukti ketika pada 19 Maret 2025, majelis resmi memutus perkara korupsi CPO tersebut dengan vonis lepas.

Dengan penetapan tiga hakim tersebut, total tersangka dalam kasus suap ini kini menjadi tujuh orang. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lainnya, yakni:

  • Wahyu Gunawan (WG) – panitera muda perdata PN Jakarta Utara

  • MS – advokat

  • AR (Ariyanto) – advokat

  • MAN (Muhammad Arif Nuryanta) – Ketua PN Jakarta Selatan (terlibat saat menjabat Wakil Ketua PN Jakpus)

Ketujuh tersangka dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi, yakni Pasal 12 huruf c junto Pasal 12 huruf b, junto Pasal 6 ayat (2), junto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement