Rhenald Kasali Kritik PHK Massal Menjelang Ramadan dan Lebaran
![]() |
Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus pakar ekonomi Rhenald Kasali saat ditemui di Antara Heritage Center Pasar Baru, Jakarta, Rabu (5/2/2025). (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sebelum ramadan dan hari raya idul fitri menuai kritik dari guru besar Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali. Ia menyayangkan keputusan perusahaan yang melakukan PHK tepat sebelum momen penting bagi umat islam tersebut, termasuk kasus yang menimpa ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Menurut Rhenald, sebaiknya PHK tidak dilakukan mendekati lebaran, mengingat banyak masyarakat sedang mempersiapkan diri untuk mudik dan merayakan hari raya bersama keluarga.
“Seharusnya PHK ditunda setelah Lebaran. Pengusaha hendaknya juga berhitung aspek sosial psikologis masyarakat. PHK yang tidak memperhitungkan dampak ini sangat mengganggu trust dan suasana kebatinan masyarakat,” ujar Rhenald di Jakarta, Senin (3/3/2025).
Ia menambahkan bahwa koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) seharusnya dilakukan untuk menentukan waktu yang tepat dalam mengumumkan PHK. Dengan demikian, Disnaker bisa memastikan hak-hak pekerja, seperti tunjangan hari raya (THR) dan uang pesangon, sudah dibayarkan sebelum keputusan PHK diberlakukan.
“Disnaker-lah yang harus mengatur timing-nya, dan sebaiknya hak-hak pegawai/buruh seperti THR dan uang PHK sudah dibayarkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rhenald menilai bahwa lonjakan PHK belakangan ini disebabkan oleh permasalahan daya saing dalam sektor ekonomi. Salah satu contoh yang mencolok adalah keputusan pailit PT Sritex dan tiga anak perusahaannya, yang menyebabkan 12 ribu pekerja kehilangan mata pencaharian.
“Gelombang PHK yang berturut-turut ini mencerminkan adanya masalah dalam penataan daya saing. Misalnya industrial policy, mulai dari bea masuk, beban bunga, perpajakan, ketersediaan ekosistem bahan baku, keterampilan tenaga kerja, biaya ‘siluman’, dan sebagainya. Faktor-faktor ini melemahkan daya saing dan membuat perusahaan terpaksa ditutup,” papar Rhenald.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pemerintah perlu berperan lebih aktif dalam mencari solusi guna meningkatkan daya saing industri. Kolaborasi antarlembaga dinilai sangat penting untuk mencegah terjadinya PHK dalam skala besar di masa depan.
“Jadi pemerintah harus duduk bareng antarkelembagaan dan atasi bersama,” tegasnya.
Selain itu, Rhenald juga mengingatkan pentingnya peran pemerintah dalam memantau penyerapan tenaga kerja, terutama ketika ada perusahaan yang tutup. Menurutnya, strategi ekonomi harus dirancang sedemikian rupa agar tetap mampu mempertahankan daya saing pengusaha di pasar global.
“Ini persoalan penataan ekonomi, yakni bagaimana agar pengusaha tetap kompetitif,” kata Rhenald.
Ia juga menekankan bahwa jika ada satu perusahaan yang tutup, maka seharusnya ada dua atau tiga perusahaan lain yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dari jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan.
“Memang bukan semua masalah pemerintah, tetapi pemerintah harus terus memantau. Setiap satu perusahaan tutup, maka harus ada dua hingga tiga perusahaan lain yang kapasitasnya mampu menyerap tenaga kerja dua kali lipat dari yang ditutup,” tutupnya.