Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Polri Bongkar Sindikat Penjualan BBM Subsidi Bermodus Barcode Palsu

Polri Bongkar Sindikat Penjualan BBM Subsidi Bermodus Barcode Palsu
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Nunung Syaifuddin (kiri) dan Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko (kanan) saat jumpa pers di Mabes Polri, (6/3/2025). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Jajaran Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar praktik penjualan solar bersubsidi secara ilegal dengan menggunakan barcode palsu serta surat rekomendasi yang direkayasa. Sindikat ini beroperasi di dua lokasi berbeda, yakni di Tuban, Jawa Timur, serta Karawang, Jawa Barat.

Direktur Dirtipidter Bareskrim Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Nunung Syaifuddin, mengungkapkan bahwa kasus ini terungkap berkat laporan dari masyarakat.

“Untuk modus barcode palsu ada di Tuban, Jawa Timur, dan dengan modus surat sertifikat ada di Karawang, Jawa Barat,” ujar Nunung dalam konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri pada Kamis (6/3/2025).

Nunung menjelaskan bahwa setelah menerima laporan dari masyarakat mengenai dugaan praktik ilegal tersebut, tim penyelidik Bareskrim Polri segera melakukan penyelidikan di dua lokasi sekaligus, yaitu di Tuban dan Karawang, pada 26 Februari lalu. Dalam operasi ini, aparat berhasil menangkap delapan tersangka yang sedang menjalankan aksi penjualan solar bersubsidi secara ilegal.

Di Tuban, polisi menangkap tiga tersangka dengan inisial BC, K, dan J. Mereka menjalankan aksinya dengan cara menggunakan satu unit mobil Isuzu Panther yang berulang kali mengisi solar subsidi di SPBU menggunakan 45 barcode palsu yang berbeda. Solar yang berhasil dikumpulkan kemudian dibawa ke gudang untuk dikemas ulang dan dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.

Sementara itu, di Karawang, lima tersangka yang ditangkap berinisial LA, HB, S, AS, dan E. Mereka menggunakan modus berbeda, yakni dengan memperoleh surat rekomendasi pembelian solar dari petani dan warga yang mengatasnamakan kantor pemerintahan desa. Surat-surat tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan barcode MyPertamina, yang dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk membeli solar subsidi dalam jumlah besar.

“Dua kelompok ini tidak dalam satu sindikat yang sama,” jelas Nunung.

Sama seperti di Tuban, solar subsidi yang dikumpulkan di Karawang juga disimpan di gudang sebelum akhirnya dijual kembali dengan harga lebih tinggi.

Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa praktik ilegal di Tuban telah berlangsung selama lima bulan, sementara sindikat di Karawang sudah beroperasi selama satu tahun. Para pelaku menjual solar subsidi dengan harga lebih tinggi dibanding harga resmi pemerintah.

“Harga subsidi per liter Rp 6.800 dan dijual menjadi Rp 8.600,” ungkap Nunung.

Akibat dari praktik ilegal ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 4,4 miliar. Pihak kepolisian menegaskan akan terus melakukan penyelidikan lebih lanjut guna mengungkap kemungkinan adanya jaringan lain yang terlibat dalam kejahatan serupa.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Mereka terancam hukuman penjara maksimal enam tahun serta denda hingga Rp 60 miliar.

Dengan pengungkapan kasus ini, kepolisian berharap dapat memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan serupa dan memastikan distribusi BBM subsidi tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak menerimanya.