Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

KPAI: Penguatan Literasi Digital Jadi Solusi Perundungan dan Eksploitasi Seksual di Dunia Maya

Penguatan Literasi Digital Jadi Solusi Perundungan dan Eksploitasi Seksual di Dunia Maya
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono saat menjadi narasumber dalam acara seminar pendidikan di STIT Al-Marhalah Al-Ulya Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (27/2). --Foto: NU Online

PEWARTA.CO.ID - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti meningkatnya kasus perundungan siber (cyber bullying) dan eksploitasi seksual terhadap anak di dunia maya.

Setiap tahun, KPAI menerima laporan terkait kedua permasalahan ini dan berupaya menindaklanjutinya dengan berbagai langkah konkret.

Dalam seminar bertajuk Pendidikan Tanpa Kekerasan: Menyelesaikan Masalah dari Akar Masalah yang digelar di STIT Al-Marhalah Al-'Ulya, Kota Bekasi, pada Kamis (27/2/2025), Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menegaskan bahwa perundungan siber dan eksploitasi seksual daring menjadi tantangan serius bagi anak-anak.

"KPAI menyangkut kekerasan di dunia maya atau dunia digital kita sering sebut namanya cyber bullying, tidak sekadar itu saja dan juga eksploitasi seksual dengan memanfaatkan dunia daring hampir setiap tahun kami menerima aduan," kata Aris dikutip NU Online.

Langkah KPAI dalam menangani kasus kekerasan digital

KPAI melakukan kajian terhadap faktor-faktor penyebab utama maraknya perundungan siber. Salah satu upaya yang dilakukan adalah meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk menurunkan (takedown) konten yang mengandung kekerasan atau eksploitasi seksual di dunia maya.

Aris juga menekankan pentingnya peningkatan literasi digital untuk mencegah anak-anak terpapar konten negatif.

"Kadang kalau ditonton akan mempengaruhi anak untuk meniru. Maka salah satu langkahnya adalah, kami kemudian minta men-takedown itu melalui Kemkomdigi. Selain itu juga, kita minta agar kemudian dilakukan penguatan literasi digital," jelasnya.

Penguatan literasi digital ini, menurut Aris, harus dimulai dari lingkungan terdekat anak, seperti keluarga dan sekolah. Dengan begitu, anak-anak dapat memiliki ketahanan terhadap konten yang tidak pantas.

"Literasi digital penguatannya bisa melalui satuan pendidikan sekolah, bisa melalui keluarga, konteks penguatan literasi digital ini agar muncul resistensi ketahanan dari anak itu sendiri," tambahnya.

Pembatasan internet dan tantangan kecanduan digital

Di sisi lain, Wakil Ketua KPAD Kota Bekasi, Novrian, menyoroti pentingnya mencari solusi terhadap kecanduan internet pada anak-anak. Ia mengingatkan bahwa kebijakan pembatasan internet harus disertai dengan strategi yang matang.

"Paling penting kita pikirkan adalah ini harus ada prakondisi sebenarnya. Ketika kita membatasi, pertama anak-anak yang sudah kecanduan, itu bagaimana cara mereka ketika mereka ada aturan itu, bagaimana kita bisa menyikapinya," tuturnya.

Novrian mengungkapkan bahwa sejak tiga tahun lalu, pihaknya telah melakukan mediasi dengan Komisi X DPR RI terkait aturan penggunaan gadget.

Ia juga menekankan perlunya program-program pendukung agar anak tetap memiliki ruang bermain dan berekspresi yang sehat.

"Berarti kan perlu ada program-program untuk keluarga, untuk anak. Jangan sampai anak hari ini dibatasi bermain game online, tapi ruang ramah anaknya nggak ada, ruang bermainnya nggak ada," ujarnya.

Selain itu, Novrian menyoroti pentingnya peningkatan infrastruktur pemantauan digital guna mengontrol akses anak-anak ke media sosial.

"Makanya infrastruktur pemantauan secara digital itu harus benar-benar detail, rigid dan dibangun atau pakai interface wajah, itu baru bisa daftar. Itu dikasih sidik jari, baru bisa daftar," pungkasnya.

Dengan adanya penguatan literasi digital serta pembatasan yang disertai solusi alternatif, diharapkan anak-anak dapat terlindungi dari bahaya perundungan siber dan eksploitasi seksual di dunia maya.

https://redytemp.com/