Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Pemerintah Prioritaskan Proyek Migas dalam Gelombang Pertama Pendanaan Danantara

Pemerintah fokus proyek migas untuk gelombang pertama Danantara
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) Eniya Listiani Dewi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (11/3/2025). (Dok. ANTARA)

Jakarta, Pewarta.co.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memusatkan perhatian pada percepatan proyek minyak dan gas bumi (migas) dalam gelombang pertama pendanaan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Fokus ini sejalan dengan kebutuhan mendesak akan gas untuk mendukung penyediaan tenaga listrik serta memastikan keberlanjutan transisi energi nasional.

“Kemarin, arahan dari Pak Menteri (ESDM Bahlil Lahadalia), mungkin ya proyek EBET gelombang kedua karena mau diakselerasi yang migas dulu,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa.

Alasan prioritas pada sektor migas

Salah satu alasan utama di balik keputusan ini adalah kurangnya pasokan gas untuk mendukung Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Selain itu, dalam masa transisi menuju energi bersih, gas tetap berperan penting sebagai sumber energi perantara sebelum sepenuhnya beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT).

Di sisi lain, Kementerian ESDM juga tengah mengidentifikasi proyek-proyek energi baru dan terbarukan (EBET) yang akan diajukan untuk memperoleh pendanaan dari Danantara.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan proyek yang diajukan benar-benar membutuhkan dukungan investasi.

“Misalnya, proyek-proyek besar itu, seperti PLTA yang ada misalnya berkapasitas 1 gigawatt, lalu PLTS yang 2 gigawatt, segala macam yang besar-besar (kapasitasnya) itu, nanti kami identifikasi dan menunggu arahan dari satgas,” tambah Eniya.

Perubahan rencana pembangunan kilang minyak

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah telah merevisi rencana pembangunan kilang minyak.

Kapasitas yang semula dirancang 500 ribu barel per hari kini ditingkatkan menjadi 1 juta barel per hari.

Proyek pembangunan kilang ini termasuk dalam 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang akan menerima suntikan investasi sebesar 40 miliar dolar AS.

Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan investasi hilirisasi senilai 618 miliar dolar AS pada 2025.

Selain pembangunan kilang, pemerintah juga tengah menggarap proyek strategis lainnya, seperti pembangunan fasilitas penyimpanan minyak di Pulau Nipah, Kepulauan Riau.

Proyek ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan energi nasional.

Hilirisasi di berbagai sektor

Tak hanya di sektor energi, pemerintah juga terus mendorong hilirisasi di berbagai sektor lainnya.

Beberapa di antaranya adalah proyek hilirisasi Dimethyl Ether (DME) berbahan baku batu bara sebagai pengganti impor LPG.

Selain itu, hilirisasi juga menyasar komoditas lain, seperti tembaga, nikel, dan bauksit alumina.

Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan pun turut menjadi bagian dari strategi hilirisasi pemerintah guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.