Pakar Usulkan TNI Bisa Mengisi Jabatan Sipil Secara Terbuka dalam Pembahasan RUU TNI
![]() |
Pakar usulkan TNI bisa mengisi jabatan sipil secara terbuka dalam pembahasan RUU TNI. Ilustrasi. (Dok. ANTARA) |
Jakarta, Pewarta.co.id – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI di Komisi I DPR RI kembali menyoroti aturan mengenai keterlibatan prajurit TNI dalam jabatan sipil.
Pakar pertahanan yang juga Advisor Defense Diplomacy Strategic Forum, Mayjen TNI (Purn.) Rodon Pedrason, M.A., mengusulkan agar prajurit TNI dapat mengisi jabatan sipil tanpa batasan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Menurut Mayjen TNI (Purn.) Rodon, aturan yang saat ini membatasi prajurit TNI hanya pada 10 kategori jabatan sipil justru menimbulkan polemik di internal militer.
Ia menilai bahwa aturan tersebut seharusnya lebih fleksibel, mirip dengan kebijakan yang berlaku di institusi kepolisian.
"Kenapa disebutkan 10 lembaga ini? Kenapa enggak kita biarkan terbuka seperti undang-undang yang ada di polisi? Dengan demikian, tidak menimbulkan debat," ujarnya dalam rapat di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.
Kebutuhan sumber daya dan peran TNI dalam pemerintahan
Mayjen TNI (Purn.) Rodon menekankan bahwa dalam konteks pengembangan pemerintahan, partisipasi militer seharusnya dipahami sebagai akselerator, bukan ancaman terhadap supremasi sipil.
Ia juga berpendapat bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berkontribusi di berbagai sektor pemerintahan selama demi kepentingan negara.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebutuhan sumber daya manusia dalam pemerintahan saat ini lebih mengedepankan pengalaman empirik.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai penempatan prajurit TNI di berbagai kementerian dan lembaga perlu dilakukan untuk memastikan keselarasan dengan rencana percepatan pembangunan yang dijalankan pemerintah.
"Penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga saat ini karena berdasarkan undang-undang perlu dibahas," tambahnya.
Ia juga menyoroti luasnya jaringan TNI dan Polri yang mencakup hingga tingkat bawah, seperti komando rayon militer (Koramil) di kecamatan dan bintara pembina desa (Babinsa).
Menurutnya, kehadiran prajurit di berbagai lini pemerintahan akan memberikan dampak positif terhadap efektivitas kebijakan negara, terutama dalam kondisi darurat.
Sebagai contoh, ia mengingatkan peran besar TNI dan Polri dalam penanganan pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu.
Dalam situasi tersebut, kontribusi prajurit menjadi faktor utama dalam keberhasilan berbagai kebijakan pemerintah.
"Kita juga dengar bahwa terakhir Panglima mengatakan bahwa penempatan prajurit di kementerian/lembaga itu bukan merupakan dwifungsi, melainkan multifungsi," ujarnya.
Revisi UU TNI dan implikasi ke depan
Saat ini, Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 membatasi prajurit aktif untuk mengisi jabatan pada beberapa instansi tertentu, seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Basarnas, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Usulan untuk membuka lebih banyak peluang bagi prajurit TNI dalam jabatan sipil tentu menjadi perdebatan yang harus dikaji lebih dalam.
Di satu sisi, fleksibilitas ini dapat mempercepat program pemerintah dan memaksimalkan peran militer dalam pembangunan.
Namun, di sisi lain, perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat agar tidak mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI seperti di masa lalu.