Keajaiban Menolong Sesama: Kisah Ibnu Abbas yang Tinggalkan Itikaf Demi Kebaikan Saudaranya
![]() |
Keajaiban menolong sesama: Kisah Ibnu Abbas yang tinggalkan i'tikaf demi kebaikan. Ilustrasi, (Dok. Tangkapan layar YouTube) |
PEWARTA.CO.ID - Dalam Islam, ibadah memiliki kedudukan yang sangat agung, tetapi menolong sesama juga tidak kalah pentingnya.
Kisah yang diriwayatkan dari Sayyidina Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma mengajarkan bahwa membantu saudara muslim yang sedang dalam kesulitan bisa lebih utama daripada ibadah pribadi seperti i'tikaf.
Ketulusan Sayyidina Ibnu Abbas dalam menolong sesama
Diceritakan bahwa Sayyidina Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma sedang beri'tikaf di Masjid Nabawi ketika seseorang datang kepadanya dalam keadaan gelisah dan bersedih.
Melihat hal itu, beliau bertanya, "Wahai Fulan, aku melihatmu sedang gelisah dan sedih. (Apa yang telah terjadi?)"
Orang tersebut mengungkapkan kegundahannya karena memiliki utang yang belum mampu dilunasi.
Ia berkata, "Benar, wahai putra paman Baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, aku punya tanggungan utang kepada si Fulan.. Demi kemuliaan penghuni kubur ini (kubur Baginda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam), aku belum sanggup melunasinya."
Mendengar hal itu, Sayyidina Ibnu Abbas segera menawarkan bantuan dengan mengatakan, "Bolehkah aku berbicara untuk membantumu dengan orang yang memberikan hutang kepadamu itu?"
Orang itu menyetujuinya, dan tanpa ragu, Sayyidina Ibnu Abbas langsung mengenakan sandalnya dan keluar dari masjid untuk menemui pemberi utang.
Melihat tindakan ini, orang yang sedang berutang tersebut bertanya, "Apakah engkau lupa bahwa engkau sedang beri'tikaf?"
Sayyidina Ibnu Abbas menjawab dengan penuh keyakinan, "Tidak, aku tidak lupa! Sesungguhnya aku telah mendengar penghuni kubur ini, sedangkan waktu perpisahanku dengan beliau belum lama" kemudian beliau menangis dan melanjutkan "Bahwa barangsiapa yang pergi demi menunaikan hajat saudaranya dan sungguh-sungguh berusaha, maka itu lebih baik baginya daripada i'tikaf sepuluh tahun."
Keutamaan i'tikaf dan menolong sesama
Dari kisah ini, dapat diambil beberapa pelajaran berharga:
1. Besarnya pahala i'tikaf
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Kitab At-Targhib, disebutkan bahwa barangsiapa yang beri'tikaf satu hari karena mengharap ridha Allah, maka Allah akan menjauhkannya dari api neraka sejauh tiga parit, dan jarak satu parit lebih jauh daripada langit dan bumi.
Bahkan, dalam Kitab Kasyful-Ghummah, disebutkan bahwa "Barangsiapa beri'tikaf sepuluh hari pada bulan Ramadhan, maka baginya pahala dua haji dan dua umrah."
Hal ini menunjukkan betapa besar ganjaran bagi orang yang menjalankan i'tikaf dengan penuh keikhlasan.
2. Menolong sesama lebih utama daripada i'tikaf sepuluh tahun
Dari tindakan Sayyidina Ibnu Abbas, kita belajar bahwa memenuhi kebutuhan sesama muslim, terutama yang sedang dalam kesulitan, bisa lebih utama daripada sepuluh tahun i'tikaf.
Hal ini selaras dengan ajaran Islam yang menekankan kepedulian sosial dan solidaritas umat.
3. Hati yang remuk redam dan doa orang yang dizalimi
Para ulama tasawuf menegaskan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'ala sangat menghargai hati yang remuk redam, bahkan melebihi penghargaan-Nya terhadap ibadah lain.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mengingatkan:
"Takutlah terhadap doa buruk orang yang dizalimi."
Ini menjadi pengingat bagi setiap muslim agar tidak menyepelekan doa orang yang teraniaya, karena doa mereka langsung didengar dan dikabulkan oleh Allah tanpa ada penghalang.
Pelajaran dari tindakan Sayyidina Ibnu Abbas
Meski i'tikaf merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, ada beberapa kondisi di mana meninggalkannya diperbolehkan, seperti dalam kasus Sayyidina Ibnu Abbas yang membantu saudaranya yang sedang dalam kesulitan.
Dalam fikih Islam, i'tikaf wajib harus diganti jika ditinggalkan, kecuali jika yang dilakukan adalah i'tikaf sunnah.
Beberapa ulama berpendapat bahwa i'tikaf Sayyidina Ibnu Abbas saat itu adalah i'tikaf nafil (sunnah), sehingga ia boleh menghentikannya tanpa harus menggantinya di lain waktu.
Kisah ini mengajarkan bahwa ibadah tidak hanya sebatas ritual, tetapi juga mencakup kepedulian terhadap sesama.
Membantu saudara muslim yang kesulitan adalah bagian dari akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan memiliki nilai yang sangat besar di sisi Allah.
Dari sini, kita dapat merefleksikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, keseimbangan antara ibadah dan kepedulian sosial sangat penting.
Jangan sampai kesibukan beribadah membuat kita lupa akan kewajiban untuk menolong sesama.
Sebab, seperti yang diajarkan dalam kisah ini, mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan bisa lebih utama daripada sepuluh tahun i'tikaf.