Jejak Ibadah Para Sahabat dan Ulama: Keteladanan yang Menginspirasi
![]() |
Jejak ibadah Para Sahabat dan Ulama: Keteladanan yang menginspirasi. Ilustrasi, (Dok. Ist) |
PEWARTA.CO.ID - Dalam sejarah Islam, banyak kisah menginspirasi tentang ketekunan ibadah para sahabat Nabi dan ulama besar yang patut menjadi teladan.
Mereka menjalani kehidupan dengan penuh ketaatan kepada Allah, mengutamakan shalat, puasa, serta memperbanyak membaca Al-Qur'an.
Ketekunan ibadah Para Sahabat Nabi SAW
Salah satu sahabat yang dikenal dengan kesungguhannya dalam beribadah adalah Umar Radhiyallahu 'anhu.
Setelah menunaikan shalat Isya, ia akan kembali ke rumah dan melaksanakan shalat sepanjang malam hingga waktu Shubuh.
Begitu pula dengan Utsman Radhiyallahu 'anhu, yang tidak hanya berpuasa di siang hari tetapi juga mengisi malamnya dengan ibadah.
Dikisahkan bahwa dalam satu rakaatnya, ia mampu mengkhatamkan seluruh Al-Qur'an.
Dalam kitab Syarah Ihya, Syaikh Abu Thalib Makki Rahmatullah 'alaih meriwayatkan bahwa ada empat puluh tabi’in yang menjaga wudhunya dari shalat Isya hingga shalat Shubuh.
Ini menunjukkan betapa besar kecintaan mereka terhadap ibadah malam dan menjaga kesucian diri.
Sementara itu, Syaddad Radhiyallahu 'anhu memiliki kebiasaan yang berbeda. Ia tidak tidur sepanjang malam, hanya berbaring sambil berguling ke kanan dan kiri hingga fajar.
Ia pernah berkata, "Ya Allah, ketakutan terhadap Neraka Jahannam telah mengusir kantukku."
Kisah ulama dalam menghidupkan malam dengan ibadah
Banyak ulama besar yang mengikuti jejak para sahabat dalam memperbanyak ibadah malam.
Syaikh Aswad bin Yazid Rahmatullah 'alaih dikenal menghabiskan malam Ramadhan dengan shalat hingga Shubuh, setelah tidur sebentar antara Maghrib dan Isya.
Sementara itu, Syaikh Sa’id bin Musayyab Rahmatullah 'alaih selama lima puluh tahun selalu melaksanakan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya.
Kisah lain yang terkenal adalah tentang Syaikh Shilah bin Asyyam Rahmatullah 'alaih, yang senantiasa menghidupkan malamnya dengan shalat.
Di penghujung malam, ia berdoa, "Ya Allah, hamba tidak pantas meminta surga kepada-Mu, tetapi hamba hanya memohon kepada-Mu agar diselamatkan dari Jahanam."
Syaikh Qatadah Rahmatullah 'alaih memiliki kebiasaan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tiga malam selama bulan Ramadhan.
Pada sepuluh malam terakhir, ia bahkan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap malam.
Begitu pula dengan Imam Abu Hanifah Rahmatullah 'alaih, yang selama 40 tahun melaksanakan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya.
Saat ditanya rahasia kekuatan ibadahnya, ia menjawab, "Ini karena doa khusus yang kupanjatkan kepada Allah Subhaanahu wata'ala melalui Ismul Azham."
Imam Abu Hanifah juga menjalankan tidur siang (qailulah) sebagaimana dianjurkan dalam hadits.
Ia berkata, "Di dalam hadits, kita diperintahkan untuk tidur siang sebentar."
Dalam kesehariannya, ia sering menangis ketika membaca Al-Qur’an. Diceritakan bahwa pernah suatu malam, ia menangis terus-menerus sambil mengulang-ulang ayat:
....بَلِ السَّاعَةُ مَوْعِدُهُمْ
"Sebenarnya Hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan (untuk mengazabi mereka)." (Q.S. Al-Qamar: 46)
Ulama lain, Syaikh Ibrahim bin Adham Rahmatullah 'alaih, bahkan tidak tidur sepanjang bulan Ramadhan, baik di siang maupun malam hari.
Imam Syafi’i Rahmatullah 'alaih juga memiliki kebiasaan mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak enam puluh kali selama Ramadhan dalam shalatnya.
Meneladani kesungguhan ibadah Para Pendahulu
Keteladanan dari para sahabat dan ulama menunjukkan kesungguhan mereka dalam mengamalkan firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
"Dan tidaklah Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56)
Mereka menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan tanpa merasa terbebani.
Kisah-kisah ini menjadi pengingat bagi kita bahwa di tengah kesibukan dunia, masih ada orang-orang yang berusaha meneladani kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Beliau bersabda:
"Allah Subhaanahu wata'ala berfirman, ‘Hai anak Adam, sibukkanlah dirimu untuk beribadah kepada-Ku, Aku akan memenuhi dadamu dengan rasa kaya, dan akan Aku hapuskan kefakiranmu. Jika tidak, Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan, dan kefakiranmu tidak akan hilang.’"
Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Sunan At-Tirmidzi no. 2466. Hadis ini adalah hadis qudsi, di mana Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan firman Allah ﷻ dengan makna dari Allah tetapi lafaz dari Nabi ﷺ sendiri.
Derajat hadis ini menurut At-Tirmidzi adalah hasan sahih. Hadis ini juga disebutkan dalam beberapa kitab lainnya, seperti Musnad Ahmad dan Shu'ab al-Iman karya Al-Baihaqi.
Makna dari hadis ini adalah anjuran untuk menjadikan ibadah sebagai prioritas utama, karena dengan itu Allah akan memberikan kecukupan dan menghilangkan kefakiran.
Jika seseorang sibuk dengan hal lain dan melalaikan ibadah, maka hidupnya akan dipenuhi kesibukan yang tidak bermanfaat, dan kefakiran hatinya tidak akan teratasi.
Hadits ini mengajarkan bahwa kesejahteraan sejati datang dari mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan meneladani para sahabat dan ulama dalam ibadah, kita dapat menemukan ketenangan hati dan keberkahan hidup.