Pejabat Diminta Gunakan Transportasi Umum Tanpa Kawalan, Ini Tanggapan Mereka
Ilustrasi - Mobil pejabat dengan nopol RI 36. (Dok. DETIK). |
PEWARTA.CO.ID - Penggunaan transportasi umum oleh pejabat masih menjadi pemandangan yang jarang terjadi di Indonesia. Namun, bagaimana reaksi para pejabat jika mereka diminta menggunakan transportasi umum tanpa pengawalan?
Pejabat di Indonesia umumnya mendapat fasilitas khusus, termasuk pengawalan kendaraan untuk menghindari kemacetan. Hal ini membuat pemandangan pejabat yang menggunakan transportasi umum menjadi sesuatu yang jarang terlihat.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menekankan pentingnya pejabat memberikan contoh kepada masyarakat dengan menggunakan transportasi umum setidaknya sekali dalam seminggu.
"Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja," ujar Djoko belum lama ini.
Djoko juga menyoroti dampak penggunaan kendaraan dengan pengawalan polisi yang semakin memperparah kemacetan di Jakarta. Ia berpendapat bahwa pengawalan sebaiknya hanya diberikan kepada presiden dan wakil presiden.
"Perhitungkan, sekarang setiap hari lebih dari 100-an kendaraan harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas, jalan-jalan di Jakarta akan semakin macet dan membikin pengguna jalan menjadi stres dengan bunyi-bunyian sirene kendaraan patwal. Jalan yang dibangun melalui pungutan pajak digunakan oleh masyarakat umum," tambahnya.
Beberapa pejabat memberikan tanggapan terkait usulan penggunaan transportasi umum tanpa pengawalan. Sebagian dari mereka mengaku tidak keberatan dengan gagasan tersebut dan bahkan sudah terbiasa menggunakan transportasi umum dalam kesehariannya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menuturkan bahwa dirinya sangat akrab dengan transportasi umum karena pernah menjadi sopir angkot di masa lalu.
"Jadi nanti gue jelasin bagaimana cara naik angkot yang benar. Bagi saya, jangan diajarin dengan itu. Karena memang itu ilmu saya," jelas Bahlil.
Senada dengan Bahlil, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani menilai transportasi umum saat ini sudah lebih nyaman dan efisien.
"Kalau dulu kan kita ribet untuk pergi ke stasiun dan lain-lain, tapi sekarang kan udah sangat mudah. Jadi memang nggak ada yang salah dengan transportasi umum. Bahkan itu lebih bisa menghemat waktu ketika keadaan macet dan lain-lain itu bisa predictable," kata Christina.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid berpendapat bahwa jika tujuannya adalah menghilangkan pengawalan, maka menggunakan sepeda motor atau berjalan kaki bisa menjadi alternatif yang lebih baik.
"Sebetulnya kalau tujuannya malah untuk itu (menghilangkan pengawalan), sekali-sekali naik sepeda motor, saya malah lebih setuju. Kenapa? Bisa lebih cepat naik sepeda motor. Atau sekali-kali jalan kaki kalau jaraknya pendek, itu malah lebih efektif," ujar Nusron.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan ketertarikannya untuk bersepeda. Ia bahkan memiliki pengalaman bersepeda jarak jauh.
"Nanti kita coba dulu ya, sudah lama nggak sepedaan semoga masih kuat he-he," ucap Meutya.
Menteri Koordinator Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan juga menyatakan tidak masalah menggunakan transportasi umum, meskipun menurutnya hal ini tidak selalu memungkinkan mengingat jadwal yang padat.
"Jadi bukan buat gaya-gayaan. Kalau perlu cepat, baru. Kalau nggak, kita juga bisa sambil lari, bisa naik ojek, tidak ada masalah," pungkas Zulhas.
Dengan berbagai tanggapan tersebut, wacana pejabat menggunakan transportasi umum tanpa pengawalan masih menjadi perdebatan. Namun, langkah ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan dan mendekatkan pejabat dengan realitas yang dihadapi masyarakat sehari-hari.