Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Padang Lamun sebagai Ekosistem Karbon Biru Siap Diperdagangkan

Padang Lamun sebagai Ekosistem Karbon Biru Siap Diperdagangkan
Padang Lamun sebagai ekosistem karbon biru siap diperdagangkan. (Dok. LCDI)

Jakarta, Pewarta.co.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa ekosistem karbon biru, khususnya padang lamun, kini telah siap untuk diperdagangkan.

Ekosistem ini memiliki peran krusial dalam menyerap karbon dioksida (CO2) serta membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

"Ekosistem karbon biru yang sudah siap diperdagangkan di antaranya padang lamun," ujar Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) KKP, Muhammad Yusuf, dalam keterangan di Jakarta, Minggu(9/2/2025).

Indonesia sendiri memiliki sekitar 1,8 juta hektare padang lamun yang saat ini berada dalam tahap akhir validasi pemetaan.

Langkah ini bertujuan untuk memastikan pemanfaatan padang lamun dapat dioptimalkan dalam skema perdagangan karbon.

Selain kemampuannya dalam menyerap emisi karbon, padang lamun juga diyakini memiliki kapasitas lebih tinggi dalam menyimpan karbon dibandingkan hutan tropis.

Hal ini menjadikannya aset penting dalam strategi mitigasi perubahan iklim yang berbasis ekosistem laut.

Perikanan berkelanjutan sebagai bagian dari perdagangan karbon

Selain ekosistem lamun, sektor perikanan juga memiliki potensi untuk dikonversi dalam perdagangan karbon, terutama melalui praktik perikanan tangkap dan budidaya yang lebih berkelanjutan.

"Tentunya tidak hanya lamun, perikanan tangkap dan budidaya yang dijalankan secara berkelanjutan juga dapat dikonversi dalam perdagangan karbon," jelas Yusuf.

Salah satu contoh konkret adalah program penangkapan ikan terukur yang dirancang untuk mengurangi jarak antara lokasi penangkapan dan pendaratan ikan.

Hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi dari kapal perikanan, sehingga berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim.

"Misalnya program penangkapan ikan terukur, di mana lokasi penangkapan dengan pendaratan ikan menjadi lebih pendek sehingga mengurangi pembuangan emisi dari kapal-kapal perikanan," tambahnya.

Regulasi dan mekanisme perdagangan karbon di sektor kelautan

Guna mendukung penyelenggaraan perdagangan karbon berbasis ekosistem laut, KKP telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 1 Tahun 2025.

Regulasi ini menjadi payung hukum dalam menetapkan nilai ekonomi karbon di sektor kelautan dan perikanan.

Permen tersebut mengatur bahwa perdagangan karbon dapat dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk kementerian, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat.

Terdapat dua mekanisme utama dalam penyelenggaraannya, yaitu melalui perdagangan langsung serta skema pembayaran berbasis kinerja.

Potensi ekonomi ekosistem karbon biru

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon melalui ekosistem lamun dan mangrove.

Ekosistem padang lamun yang diperkirakan mencapai luas 1,8 juta hektare mampu menyerap sekitar 790 juta ton CO2, dengan nilai moneter yang diperkirakan mencapai 35 miliar dolar AS.

Sementara itu, ekosistem mangrove Indonesia, yang mencakup luas sekitar 3,36 juta hektare, memiliki kapasitas penyimpanan karbon hingga 11 miliar ton CO2 dengan estimasi nilai mencapai 66 miliar dolar AS.

Sebagai bagian dari strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sektor kelautan, KKP menargetkan perluasan kawasan konservasi laut hingga 30 persen pada tahun 2045.

Selain itu, kebijakan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil juga akan diperkuat dengan menetapkan zona konservasi karbon biru serta mengatur pemanfaatan ruang laut yang berkelanjutan.

Dengan potensi besar yang dimiliki, perdagangan karbon berbasis ekosistem laut diharapkan dapat menjadi solusi inovatif dalam mengurangi emisi karbon, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggung jawab.