Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Mahkamah Konstitusi Diskualifikasi Yermias Bisai dari Pilkada Papua 2024

Mahkamah Konstitusi Diskualifikasi Yermias Bisai dari Pilkada Papua 2024
Mahkamah Konstitusi diskualifikasi Yermias Bisai dari Pilkada Papua 2024. (Dok. Metro TV)

Jakarta, Pewarta.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mendiskualifikasi calon gubernur Papua nomor urut 1, Yermias Bisai, dari kontestasi Pilkada Papua 2024.

Keputusan ini diambil setelah ditemukan ketidaksesuaian dalam alamat domisili yang tercantum dalam surat keterangan (suket) mengenai status hukum dan hak pilihnya.

Sebagai dampak dari keputusan ini, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) tanpa melibatkan Yermias Bisai.

PSU tersebut harus dilaksanakan dalam waktu 180 hari setelah putusan diumumkan.

Putusan MK dan alasan diskualifikasi

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 2, Matius Fakhiri-Aryoko Rumaropen, di Gedung I MK, Jakarta, Senin.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan bahwa surat keterangan yang menyatakan bahwa seorang calon tidak pernah berstatus sebagai terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya harus diterbitkan oleh pengadilan negeri yang berwenang sesuai domisili calon.

Namun, dalam proses persidangan, ditemukan kejanggalan pada dokumen milik Yermias Bisai.

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan bahwa surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya dan tidak pernah menjadi terpidana yang dimiliki Yermias diterbitkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jayapura pada 20 Agustus 2024.

Padahal, surat keterangan domisili yang menjadi dasar penerbitan suket tersebut baru dikeluarkan pada 23 Agustus 2024.

“Padahal, dalam batas penalaran yang wajar, surat keterangan domisili semestinya dikeluarkan atau diterbitkan terlebih dahulu sebelum suket tidak pernah dipidana dan suket tidak sedang dicabut hak pilihnya,” ujar Saldi.

Kejanggalan domisili dan proses verifikasi

Mahkamah juga menyoroti kurangnya ketelitian KPU Papua dalam memverifikasi dokumen pasangan calon.

Seharusnya, KPU dapat menemukan ketidaksesuaian dalam dokumen yang diajukan Yermias Bisai.

Salah satu ketidaksesuaian yang mencolok adalah perbedaan alamat yang tercantum dalam KTP dan alamat domisili yang digunakan untuk mengurus suket.

Dalam dokumen pencalonan, Yermias menggunakan KTP dengan alamat di Kabupaten Waropen, sementara dalam proses pengurusan suket, ia mengklaim berdomisili di Kota Jayapura.

Lebih lanjut, dalam persidangan, Yermias mengakui bahwa ia tidak mengetahui dan tidak tinggal di alamat yang tercantum dalam surat keterangan domisili yang berlokasi di Kelurahan Mandala, Kota Jayapura.

Ia juga menyebutkan bahwa segala urusan administratif terkait pencalonannya ditangani oleh sekretaris atau tim pemenangan.

Hal ini diperkuat dengan kesaksian Herman A. Yomi, yang bertindak sebagai sekretaris Yermias dalam mengurus dokumen pencalonan.

MK menilai bahwa tindakan Yermias yang tidak memberikan informasi yang jujur terkait domisilinya merupakan pelanggaran terhadap prinsip transparansi dalam pemilu.

“Terlebih, dalam persidangan, Yermias Bisai mengakui bahwa dirinya menggunakan hak pilih di Kabupaten Waropen dengan menggunakan KTP Waropen. Artinya, secara faktual, Yermias Bisai adalah bertempat tinggal atau berdomisili di Kabupaten Waropen,” jelas Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Konsekuensi diskualifikasi dan PSU Pilkada Papua

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, MK menegaskan bahwa Yermias tidak memenuhi persyaratan sebagai calon gubernur karena ketidaksesuaian domisili dengan pengadilan yang menerbitkan suket.

“Artinya, terdapat ketidaksesuaian atau ketidaksinkronan tempat tinggal calon dengan pengadilan negeri yang berwenang atau memiliki yurisdiksi untuk mengeluarkan dokumen persyaratan calon atas nama Yermias Bisai,” tambah Arsul.

Dengan terbuktinya ketidakjujuran dan itikad tidak baik dalam proses pencalonan, MK memutuskan untuk mendiskualifikasi Yermias Bisai dari Pilkada Papua 2024.

Selanjutnya, keputusan mengenai pengganti Yermias diserahkan kepada partai politik pengusung pasangan calon nomor urut 1.

Partai atau gabungan partai politik yang mengusungnya dapat mengajukan kembali calon gubernur nomor urut 1 Benhur Tomi Mano, baik sebagai calon gubernur maupun wakil gubernur.

Dengan demikian, PSU Pilkada Papua 2024 akan diikuti oleh pasangan calon nomor urut 2, Matius Fakhiri dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen, serta pasangan calon baru yang diajukan oleh partai pengusung pasangan calon nomor urut 1, tanpa melibatkan Yermias Bisai.