KPK: Ekstradisi Paulus Tannos Bergantung pada Kepastian Penuntutan
![]() |
KPK: Ekstradisi Paulus Tannos bergantung pada kepastian penuntutan. (Dok. Ist) |
Jakarta, Pewarta.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa salah satu persyaratan utama yang diajukan pemerintah Singapura dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el), Paulus Tannos, adalah adanya kepastian kelanjutan proses hukumnya di Indonesia.
"Ada permintaan, salah satunya pernyataan dari Indonesia, dalam hal ini saudara PT bila nanti diekstradisi, bisa dan akan dilakukan penuntutan, itu salah satunya," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (15/2/2025).
Koordinasi antarlembaga untuk memenuhi persyaratan ekstradisi
Tessa menjelaskan bahwa terdapat perbedaan sistem hukum antara Indonesia dan Singapura.
Oleh karena itu, KPK bersama sejumlah instansi terkait tengah berupaya untuk melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan guna memenuhi ketentuan ekstradisi yang berlaku di Negeri Singa.
"Diperlukan adanya kerja sama, antarlembaga, antarinstansi, baik KPK, Kejaksaan, Kementerian Hukum, maupun Kepolisian untuk melengkapi berkas-berkas yang cenderung tidak ada dasar hukumnya di Indonesia, kita mencari kesamaannya di situ," jelasnya.
Untuk mempercepat proses ini, pemerintah Indonesia berencana mengirimkan dokumen ekstradisi Tannos pada pekan depan.
Perjalanan kasus Paulus Tannos
Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai buronan oleh KPK sejak 19 Oktober 2021 terkait kasus proyek KTP-el. Keberadaannya terdeteksi di Singapura hingga akhirnya lembaga antikorupsi setempat, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), berhasil menangkapnya.
Sebelum penangkapan terjadi, Divisi Hubungan Internasional Polri telah mengajukan surat permintaan penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura.
Pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura secara resmi mengumumkan bahwa Tannos telah berhasil ditangkap. Saat ini, proses ekstradisinya sedang berlangsung.
Batas waktu pengajuan dokumen ekstradisi
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa Indonesia memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan, dengan tenggat waktu hingga 3 Maret 2025.
"Tapi saya yakinkan bahwa kami tidak akan menunggu sampai dengan 3 Maret. Ya, dalam waktu dekat," ujarnya saat ditemui usai konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/2/2025).
Proses hukum di Singapura dan optimisme pemerintah
Supratman menjelaskan bahwa setelah dokumen dilengkapi, pengajuan ekstradisi Tannos akan diproses terlebih dahulu melalui sistem peradilan di Singapura.
Namun, ia mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat ikut campur dalam jalannya persidangan di sana.
"Setelah selesai dan terdapat putusan pengadilan tingkat pertama di Singapura, masih akan ada proses banding," jelasnya.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia optimistis bahwa permohonan ekstradisi Tannos akan berjalan lancar.
Saat ini, koordinasi terus dilakukan antara Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), KPK, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) guna mempercepat proses ekstradisi.
"Kami juga telah membentuk tim kerja antara Kemenkum, KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu," tambah Supratman.
Dengan adanya kerja sama intensif antarinstansi, pemerintah berharap ekstradisi Paulus Tannos dapat segera terealisasi, sehingga proses hukum terhadap kasus KTP-el dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.