Jangan Tergiur! Jual Beli Rekening Bisa Menjerumuskan ke Tindak Pidana
![]() |
Ilustrasi - Transaksi jual beli rekening. (Dok. Pixabay). |
PEWARTA.CO.ID - Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengingatkan masyarakat, terutama kalangan muda, untuk tidak tergiur dengan praktik jual beli rekening.
Meski tampak menggiurkan karena iming-iming fee transaksi, tindakan ini dapat menjerumuskan seseorang ke dalam tindak kejahatan serius, seperti kasus penipuan tiket konser yang belakangan marak terjadi.
Deputi Sekretaris Eksekutif CfDS UGM, Iradat Wirid, dalam keterangannya di Yogyakarta pada Kamis (27/2/2025), menekankan bahwa praktik ini tidak hanya berisiko dari segi finansial, tetapi juga dapat menyeret pemilik rekening ke ranah hukum.
"Jangan hanya karena fee transaksi yang menggiurkan, rekening kita menjadi tempat cuci uang, dan bisa berujung pidana karena terlibat dalam praktik kejahatan," ujar Iradat.
Ia menambahkan bahwa rendahnya literasi keuangan dan keamanan digital di Indonesia menjadi faktor utama mengapa masyarakat masih mudah terjebak dalam modus semacam ini. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), skor literasi keuangan Indonesia masih berkisar di angka 60 persen. Sementara menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), tingkat literasi keuangan Indonesia masih berada di bawah rata-rata global.
Iradat menjelaskan bahwa pelaku kejahatan memanfaatkan rekening hasil jual beli untuk melakukan berbagai tindak kriminal, salah satunya penipuan tiket konser. Dalam tiga tahun terakhir, kasus semacam ini terus meningkat seiring dengan tingginya antusiasme masyarakat terhadap konser artis internasional. Pelaku biasanya menggunakan rekening orang lain untuk menerima dana dari pembeli tiket, kemudian menghilang setelah melakukan transaksi palsu.
Selain itu, kemudahan dalam membuat rekening digital tanpa tatap muka semakin memperburuk situasi. Hanya bermodalkan foto KTP dan pendaftaran online, seseorang bisa membuka rekening baru yang kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini berpotensi besar dimanfaatkan oleh sindikat kejahatan digital.
Guna mengatasi permasalahan ini, Iradat menekankan pentingnya aturan turunan yang lebih konkret dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu langkah yang bisa diambil adalah pengetatan aturan terkait pendaftaran kartu SIM dan identifikasi rekening bermasalah agar lebih mudah diakses masyarakat.
"Banyak penipu yang menggunakan nomor KTP orang lain untuk mendaftar nomor baru, kemudian digunakan untuk sosial media dan platform jual beli. Jika hal ini diperketat, kejahatan seperti ini bisa menurun," tambahnya.
Selain dari sisi regulasi, edukasi terhadap masyarakat, terutama generasi muda, juga harus ditingkatkan. Pemahaman mengenai bahaya pencucian uang dan modus jual beli rekening harus mulai diperkenalkan sejak usia sekolah. Pasalnya, pelaku kejahatan sering menyasar pelajar dan mahasiswa yang sudah memiliki akses untuk membuat rekening bank.
Dengan kesadaran yang lebih tinggi dan regulasi yang lebih ketat, diharapkan kasus penyalahgunaan rekening untuk tindak kejahatan dapat ditekan, sehingga masyarakat bisa lebih aman dalam bertransaksi secara digital.