Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Hasto Kristiyanto Tantang KPK Hadirkan Bukti Baru dalam Sidang Praperadilan

Hasto Kristiyanto Tantang KPK Hadirkan Bukti Baru dalam Sidang Praperadilan
Untuk diketahui, pada Jumat 10 Januari 2025, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangka oleh KPK. (Dok. Liputan 6).

PEWARTA.CO.ID - Sidang praperadilan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, terkait statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Harun Masiku memasuki babak baru. Tim kuasa hukum Hasto, yang dipimpin oleh Ronny Talapessy, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadirkan bukti baru yang lebih kuat dalam persidangan.

"Kemarin disampaikan dari ahli bahwa tidak boleh menggunakan bukti lama, tidak boleh menggunakan sprindik (surat perintah penyidikan) lama," ujar Ronny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, (10/2/2025).

Ronny menekankan bahwa dalam kasus yang telah memiliki putusan tetap, bukti baru menjadi syarat utama. Meskipun KPK telah menyodorkan bukti tambahan, tim kuasa hukum Hasto masih meragukan keabsahannya.

"Yang baru adalah keterangan dari Wahyu, tapi kami ragukan karena saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung, tapi melewati orang lain," tambahnya, seperti dikutip dari Antara.

Sidang praperadilan ini dipandang sebagai momentum penting bagi Hasto dan timnya untuk membuktikan keabsahan status tersangka yang diberikan KPK. Keputusan akhir praperadilan dijadwalkan akan diumumkan pada Kamis (13/2/2025), setelah sidang kesimpulan dari kedua belah pihak yang berlangsung pada Rabu (12/2/2025).

Dugaan Suap dan Peran Hasto dalam Kasus Harun Masiku

Pada 24 Desember 2024, KPK secara resmi menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka bersama dengan advokat Donny Tri Istiqomah. Keduanya diduga berupaya melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI terpilih.

"HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I," ungkap Ketua KPK, Setyo Budiyanto.

Selain itu, Hasto juga diduga menginstruksikan Donny Tri Istiqomah untuk menyerahkan sejumlah uang kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina sebagai perantara.

Saksi di Sidang Praperadilan Hasto Mengaku Diintimidasi oleh Penyidik

Dalam sidang praperadilan ini, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, yang telah divonis dalam kasus Harun Masiku, mengaku mendapatkan tekanan saat dimintai keterangan oleh penyidik KPK, Rosa Purbo Bekti.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menilai adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan penyidik KPK dalam proses pemeriksaan.

"Proses hukum yang seharusnya dilakukan dengan sah tidak boleh mengandalkan tekanan atau intimidasi terhadap saksi," ujar Julius, Minggu (9/2/2025).

Julius juga menekankan bahwa apabila terbukti adanya intimidasi dalam pengambilan alat bukti, maka bukti tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

"Alat bukti itu harus dinyatakan tidak berlaku atau batal demi hukum," tambahnya.

Lebih lanjut, Julius meminta pimpinan KPK segera melakukan investigasi terhadap penyidik yang bersangkutan untuk memastikan apakah ada pelanggaran kode etik atau bahkan dugaan perbuatan obstruction of justice.

Intimidasi Terhadap Saksi dalam Sidang Praperadilan

Selama persidangan, Agustiani Tio Fridelina mengungkapkan bahwa dirinya ditekan oleh penyidik untuk menyebut nama Hasto Kristiyanto terkait kasus Harun Masiku. Ia mengaku diarahkan untuk membenarkan pertemuan di Hotel Grand Hyatt.

"Soal intimidasi. Iya ... ada rangkaiannya. Habis itu (di depan penyidik KPK) Prayitno, akhirnya mulailah pertanyaan-pertanyaan," kata Tio saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

Tio juga menceritakan bahwa penyidik Rosa Purbo Bekti mendesaknya untuk memberikan keterangan tertentu. "Dia (Rosa) langsung ngomong, ayo kita adu dah siapa yang lebih kuat. Sampai berapa lama sih si Tio bisa tahan," ungkapnya.

Tio menegaskan bahwa ia tidak memahami maksud dari istilah 'Hiat' yang disampaikan penyidik saat pemeriksaan, dan baru menyadarinya setelah bertemu Wahyu Setiawan.

Lebih lanjut, ia juga mengaku mendapat ancaman bahwa hukumannya bisa diperberat jika tidak memberikan keterangan sesuai keinginan penyidik. "Dia (Rosa) bilang, Bu Tio penerima (suap) itu empat tahun hukumannya tuh cepat loh, itu ringan loh itu," kata Tio menirukan ucapan penyidik.

Kesaksian ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada tekanan terhadap saksi dalam penyelidikan kasus ini. Dengan adanya pengakuan ini, publik kini menanti respons KPK dalam menangani dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyidiknya.