Diskon Tarif Listrik Jadi Penyebab Deflasi 0,76 Persen pada Januari 2025
Warga memeriksa meteran listrik di Rusunawa Kaujon, Kota Serang, Banten, Jumat (24/1/2025). (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh pemberian diskon tarif listrik yang berdampak signifikan pada harga-harga barang dan jasa di Indonesia.
Amalia Adininggar Widyasanti, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, menjelaskan bahwa tarif listrik mengalami deflasi mencapai 32,03 persen pada bulan Januari. Dampaknya terhadap deflasi umum tercatat sebesar 1,47 persen.
“Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2200 VA di Januari 2025,” ujar Amalia dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Senin (3/2/2025).
Amalia menambahkan bahwa BPS juga memasukkan diskon tarif listrik dalam perhitungan inflasi sesuai dengan pedoman Consumer Price Index Manual, yang digunakan oleh seluruh kantor statistik dunia, termasuk BPS dalam menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK).
"Diskon atau harga penawaran khusus dicatat dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa sama dengan kondisi normal, dan harga diskon tersedia untuk banyak orang," jelasnya. Dengan demikian, diskon 50 persen pada tarif listrik tercatat dalam perhitungan inflasi yang diumumkan oleh BPS.
Selain tarif listrik, beberapa komoditas lainnya juga memberikan kontribusi terhadap deflasi Januari, di antaranya adalah ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara. Masing-masing komoditas ini memberikan andil deflasi sebesar 0,03 persen, dengan kontribusi terhadap deflasi masing-masing sebesar 0,01 persen.
Namun, tidak semua komoditas memberikan kontribusi terhadap deflasi. Beberapa barang seperti cabai merah, cabai rawit, ikan segar, minyak goreng, dan bensin mengalami kenaikan harga yang menyebabkan inflasi.
Cabai merah dan cabai rawit tercatat masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,19 persen dan 0,17 persen, sementara ikan segar, minyak goreng, dan bensin memberikan andil masing-masing sebesar 0,03 persen.
Dari sisi komponen, deflasi pada Januari 2025 terutama didorong oleh komponen harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) yang mencatatkan deflasi 7,38 persen, dengan andil 1,44 persen. Tarif listrik, tarif angkutan udara, dan tarif kereta api menjadi komoditas utama dalam komponen ini.
Sementara itu, komponen harga bergejolak (volatile food) mengalami inflasi sebesar 2,95 persen dengan andil 0,48 persen. Komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras berkontribusi besar terhadap inflasi pada komponen ini.
Di sisi lain, komponen inti (core inflation) mencatatkan inflasi 0,30 persen dengan andil 0,20 persen, didorong oleh kenaikan harga barang-barang seperti minyak goreng, emas perhiasan, biaya sewa rumah, kopi bubuk, mobil, dan sepeda motor.
Dari segi distribusi wilayah, deflasi tercatat di 34 dari 38 provinsi Indonesia. Deflasi terdalam terjadi di Papua Barat yang mencapai 2,29 persen. Sementara itu, Kepulauan Riau mengalami inflasi tertinggi dengan angka 0,43 persen.
Secara keseluruhan, deflasi yang tercatat pada Januari 2025 mencerminkan dampak signifikan dari kebijakan diskon tarif listrik, namun beberapa komoditas lain tetap memberikan kontribusi terhadap inflasi, menciptakan dinamika yang kompleks dalam pergerakan harga barang dan jasa di Indonesia.