Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Vonis Harvey Moeis Dikritik, Mantan Pimpinan KPK Sebut Tak Sesuai Panduan MA

Vonis Harvey Moeis Dikritik, Mantan Pimpinan KPK Sebut Tak Sesuai Panduan MA
Matan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif dalam jumpa pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025). (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, menyatakan bahwa vonis hakim terhadap terdakwa kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, tidak mengikuti pedoman yang telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA).

"Sudah ada Peraturan MA tentang panduan untuk pemberian hukuman, termasuk khususnya yang berhubungan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Memang putusan yang pertama tidak mengikuti panduan yang MA," ujar Laode dalam sebuah acara di Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025).

Menurut Laode, pedoman dalam Peraturan MA telah mengatur hukuman yang ideal berdasarkan nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci mengenai vonis yang seharusnya dijatuhkan kepada Harvey jika panduan tersebut diterapkan.

Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 memuat pedoman untuk pengkategorian kerugian negara dalam perkara korupsi. Dalam aturan tersebut, tingkat kerugian diklasifikasikan menjadi:

  • Sangat Berat: Kerugian negara lebih dari Rp100 miliar.
  • Berat: Kerugian antara Rp25 miliar hingga Rp100 miliar.
  • Sedang: Kerugian Rp1 miliar hingga Rp25 miliar.
  • Ringan: Kerugian antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Selain itu, aturan tersebut juga mencakup panduan bagi hakim untuk mempertimbangkan tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan dari tindak pidana, yang terbagi menjadi tiga kategori: tinggi, sedang, dan rendah.

Harvey Moeis, yang merupakan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis 6 tahun 6 bulan penjara atas kasus korupsi tata niaga timah dalam wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada 2015–2022.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menyatakan Harvey terbukti bersalah atas tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer," ucap Eko Aryanto saat membacakan putusan pada Senin (27/1/2025).

Harvey dinyatakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Selain hukuman penjara, Harvey juga didenda sebesar Rp1 miliar, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ketentuan jika tidak dibayar, diganti dengan penjara selama 2 tahun.

Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal sebelum menjatuhkan vonis. Faktor yang memberatkan adalah bahwa tindak pidana dilakukan saat pemerintah sedang gencar memberantas korupsi. Namun, faktor yang meringankan mencakup perilaku sopan terdakwa di persidangan, tanggungannya terhadap keluarga, serta statusnya yang belum pernah dihukum.