Peran Kampus dalam Mendukung Perkembangan Ekonomi Kreatif dan Industri Perfilman
Vocast Talks x Ruang Sinema, Auditorium Vokasi UI, Kampus Depok. (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Kampus memiliki potensi besar untuk menjadi pendukung perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia, khususnya di bidang industri perfilman. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI), Padang Wicaksono, dalam acara Vocast Talks x Ruang Sinema yang digelar di Auditorium Vokasi UI, Kampus Depok, Jawa Barat, pada Rabu (8/1/2025).
“Kehadiran bioskop alternatif di kampus bukan hanya dapat menarik minat generasi muda, tetapi juga menciptakan kolaborasi nyata antara dunia pendidikan dan industri,” ungkap Padang Wicaksono.
Ia menambahkan, bioskop alternatif di kampus dapat menjadi ruang kreatif bagi mahasiswa untuk mendistribusikan karya film mereka. Langkah ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan ekosistem perfilman Indonesia.
"Bioskop alternatif dapat menjadi ruang bagi mahasiswa untuk mendistribusikan film-film mereka sekaligus berkontribusi pada pengembangan ekosistem perfilman Indonesia. Semoga program ini dapat diwujudkan dalam waktu dekat," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Industri Kreatif Musik, Film, dan Animasi Kementerian Ekonomi Kreatif, Dr. Mohammad Amin, MSn, MA, menekankan pentingnya kehadiran bioskop alternatif untuk mendorong pertumbuhan industri film tanah air.
Menurutnya, meskipun jumlah bioskop di Indonesia telah mencapai 517 pada tahun 2024, angka ini masih belum cukup untuk menjangkau populasi 280 juta jiwa.
“Selain bioskop kelas atas, kehadiran bioskop kelas menengah ke bawah yang terjangkau adalah kunci utama untuk memperluas akses masyarakat terhadap film lokal. Bioskop ini diharapkan tidak hanya menayangkan film populer, tetapi juga memberi ruang lebih besar bagi film-film lokal,” papar Amin.
Ia juga menyarankan agar bioskop alternatif memanfaatkan ruang publik, seperti pusat kreatif, museum, perpustakaan, hingga kampus. Format bioskop alternatif ini dapat dirancang dalam dua model: menetap (central) dan mobile (pop-up).
“Dengan langkah ini, distribusi dan pasar produk kreatif film bisa semakin meluas, baik di dalam negeri maupun internasional,” tambahnya.
CEO Rangkai.id, Redemptus Rangga Raditya, turut memberikan pandangannya dalam diskusi tersebut. Ia menjelaskan bahwa bioskop alternatif dapat menjadi ujung tombak ekonomi kreatif berbasis sirkular.
“Rangkai telah mengumpulkan lebih dari tiga ratus film lokal yang kami distribusikan ke berbagai platform dan ruang tayang alternatif,” ungkap Rangga.
Salah satu inovasi yang dilakukan adalah kolaborasi antara Rangkai dengan Pemprov DKI Jakarta, yang menghadirkan pop-up cinema di berbagai ruang publik. Konsep ini tidak hanya menghadirkan film, tetapi juga menciptakan pengalaman yang inklusif sekaligus mendukung keberlanjutan ekonomi kreatif.
“Lokasi strategis yang mudah diakses akan meningkatkan daya tarik masyarakat untuk menonton film lokal,” jelas Rangga.
Dengan langkah-langkah strategis ini, peran kampus dan bioskop alternatif diharapkan dapat membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk menikmati karya film lokal, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif secara berkelanjutan.