Iklan -- Scroll untuk lanjut membaca

Pengusaha Apresiasi Kebijakan Pemerintah Soal PPN Barang Mewah

Pengusaha Apresiasi Kebijakan Pemerintah Soal PPN Barang Mewah
Pengusaha apresiasi kebijakan pemerintah soal PPN barang mewah. (Dok. Ist)

Jakarta, Pewarta.co.id – Keputusan pemerintah untuk membatasi pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen hanya pada barang mewah mendapat apresiasi dari berbagai asosiasi pengusaha.

Kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis yang mendukung perekonomian nasional tanpa membebani daya beli masyarakat.

Sejumlah asosiasi yang tergabung dalam kelompok tersebut, termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), serta Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), memberikan tanggapan positif terhadap kebijakan ini.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) juga menyampaikan dukungan serupa.

"Kami mengapresiasi kebijakan ini karena mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan negara dan kepentingan masyarakat serta pelaku usaha," ujar Handaka Santosa, Ketua Komite Perdagangan Dalam Negeri APINDO sekaligus Ketua Umum APREGINDO, dalam pernyataan tertulis, Sabtu (3/1).

Kebijakan yang bijaksana

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya berlaku pada barang-barang super mewah yang dikonsumsi oleh kalangan atas.

Kebijakan ini dinilai sebagai langkah bijak yang mampu menjaga daya beli masyarakat secara umum sekaligus memberikan kepastian bagi dunia usaha.

"Kebijakan yang terukur ini tidak hanya mendorong daya beli masyarakat, tetapi juga mendukung pertumbuhan industri di tengah tantangan ekonomi global," tambah Handaka.

Selain itu, masa transisi selama tiga bulan yang diberikan pemerintah memberikan waktu bagi pelaku usaha untuk mempersiapkan penerapan kebijakan secara maksimal.

Sosialisasi teknis yang direncanakan pemerintah bersama asosiasi sektoral diharapkan memastikan implementasi kebijakan berjalan lancar tanpa kendala.

Dukungan dunia usaha

APINDO bersama asosiasi sektoral lainnya menegaskan komitmen untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini.

Mereka percaya bahwa dialog yang erat antara pemerintah dan dunia usaha dapat menciptakan iklim bisnis yang kondusif, memperkuat daya saing industri, dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Sebagai tindak lanjut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 pada 3 Januari 2025.

Dalam aturan tersebut, pelaku usaha diberikan masa penyesuaian administrasi selama tiga bulan, dari 1 Januari hingga 31 Maret 2025.

Mekanisme penyesuaian administrasi

Selama masa transisi, faktur pajak untuk barang selain barang mewah dengan tarif PPN 11 persen maupun 12 persen dianggap sah dan tidak dikenakan sanksi.

Apabila terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen pada barang non-mewah, pembeli berhak meminta pengembalian kepada penjual.

Pengusaha kena pajak (PKP) yang terlibat wajib mengganti faktur pajak untuk memproses pengembalian lebih bayar tersebut.

Kebijakan ini diharapkan memberikan kepastian hukum sekaligus memperkuat kepercayaan pelaku usaha terhadap regulasi pemerintah.

Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara dengan dinamika perekonomian nasional, sekaligus memastikan kebijakan pajak tetap adil dan berdampak positif bagi seluruh pihak.