Pakar Hukum Soroti Hasil Survei Kinerja Lembaga Penegak Hukum
Gedung KPK di Jakarta. (Dok. Katadata.co.id). |
PEWARTA.CO.ID - Pakar Hukum Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Dr. Alwan Hadiyanto, memberikan analisis terkait hasil survei tahun 2025 yang menyoroti citra dan kinerja lembaga penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya mencoba menganalisa kinerja Kejaksaan Agung dan rekam jejak KPK dalam dua tahun terakhir, serta polemik munculnya hasil survei yang berbeda dan cukup signifikan,” ujar Alwan dalam keterangannya di Batam, Minggu (26/1/2025).
Alwan menilai Kejaksaan Agung menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan dalam dua tahun terakhir, khususnya dalam pengungkapan kasus korupsi dan penyelamatan keuangan negara. Beberapa keberhasilan yang disoroti termasuk pengungkapan kasus suap yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar, serta kasus di sektor sumber daya alam dan perdagangan, seperti tata niaga timah.
“Kejaksaan progresif menangkap aktor-aktor kunci dalam tindak pidana korupsi, serta kasus suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Surabaya terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur,” jelas Alwan.
Ia juga menyoroti keberhasilan Kejaksaan dalam pemulihan aset negara. “Ini membuktikan pendekatan yang tidak hanya fokus pada hukum pidana, tetapi juga pada pemulihan aset dan pengembalian kerugian negara,” tambahnya.
Alwan mencontohkan, dalam kasus tata niaga timah periode 2015–2022, Kejaksaan berhasil menyelamatkan keuangan negara hingga triliunan rupiah. Selain itu, sejumlah kasus besar seperti minyak goreng, Jiwasraya, ASABRI, dan mafia tanah turut memperkuat rekam jejak Kejaksaan sebagai lembaga yang konsisten dan progresif.
“Hal ini mencerminkan efisiensi, keberanian, dan keberpihakan pada hukum tanpa diskriminasi,” kata Alwan.
Sementara itu, meskipun citra KPK menunjukkan peningkatan dalam survei terbaru, Alwan mengungkapkan adanya penurunan kinerja substansial dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyoroti sejumlah kelemahan, seperti kekalahan KPK dalam sidang praperadilan terkait penetapan tersangka Hasto Kristiyanto, mangkraknya kasus Harun Masiku, serta kontroversi terkait kesalahan penetapan tersangka di kasus CSR Bank Indonesia.
“Berbeda dengan Kejagung, KPK lebih sering berfokus pada hukum pidana dan penangkapan tersangka, tetapi kurang menonjol dalam pemulihan keuangan negara,” ujar Alwan.
Kontroversi internal di tubuh KPK juga menjadi perhatian. Kepemimpinan Firli Bahuri kerap dikritik karena dianggap kurang transparan dan profesional, yang berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap KPK, meskipun survei terakhir menunjukkan sedikit perbaikan.
Melihat hasil survei ini, Alwan menyarankan agar Kejaksaan Agung mempertahankan momentum positifnya dengan terus meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kolaborasi dengan lembaga lain, termasuk KPK.
Sementara itu, KPK disarankan untuk memperkuat prosedur dan fokus pada pemulihan kepercayaan publik. Alwan juga menekankan pentingnya pemanfaatan wewenang supervisi untuk bekerja sama dengan Kejaksaan dalam pengembalian aset negara.
“Lembaga survei tertentu jangan tendensius dan memecah belah para penegak hukum karena antara Kejaksaan dan KPK sama-sama lembaga penata hukum dan menjadi penegak hukum di Indonesia,” tutupnya.