Kompolnas: Usulan Polri di Bawah TNI Berlawanan dengan Cita-Cita Reformasi
PEWARTA.CO.ID - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Muhammad Choirul Anam, menegaskan bahwa ide menempatkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertentangan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan bangsa Indonesia.
“Kalau sekarang ada yang menggagas kembali polisi di bawah TNI, saya kira itu mengkhianati agenda reformasi,” ujar Anam dalam pernyataannya di Jakarta, Senin.
Anam menjelaskan bahwa pada masa lalu, Polri dan TNI berada dalam satu institusi bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Namun, pada era reformasi, keduanya dipisahkan menjadi institusi yang independen dengan tugas dan fungsi masing-masing.
“Pemecahan ini adalah salah satu hasil penting dari reformasi, di mana lembaga pertahanan negara dan lembaga yang mengelola keamanan dalam negeri serta penegakan hukum dipisahkan. Itu sebabnya ada pemisahan jelas antara TNI dan kepolisian,” kata Anam.
Menurutnya, pemisahan tersebut bertujuan untuk menciptakan tata kelola yang lebih profesional di kedua lembaga dan memastikan keduanya menjalankan peran masing-masing tanpa tumpang tindih.
Anam menekankan bahwa memastikan Polri bekerja secara profesional adalah tugas bersama, termasuk peran Kompolnas sebagai lembaga pengawas. Menurutnya, solusi untuk meningkatkan kinerja Polri bukan dengan mengembalikan lembaga tersebut di bawah TNI, melainkan melalui peningkatan pengawasan dan akuntabilitas.
“Memastikan mereka profesional adalah pekerjaan bersama. Untuk kepentingan siapa? Untuk kepentingan kita semua. Oleh karenanya, bagi saya ide untuk mengembalikan lagi Polri di bawah TNI adalah bertentangan dengan ide reformasi,” ujarnya.
Sebelumnya, gagasan menempatkan Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dilontarkan oleh Politisi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, dalam konferensi pers pada Kamis (28/11/2024). Ia beralasan bahwa langkah ini bertujuan menghindari potensi intervensi dalam pemilihan umum (pemilu).
“Perlu diketahui bahwa kami sudah mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy.
Menurutnya, Polri sebaiknya memfokuskan perannya pada pengamanan masyarakat selama pemilu tanpa terlibat dalam urusan di luar kewenangannya.
“Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu saya kira tidak perlu lagi karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” tambahnya.
Anam menilai bahwa gagasan ini mengancam semangat reformasi yang telah memberikan landasan bagi Polri dan TNI untuk bekerja secara profesional sesuai peran masing-masing. Menurutnya, pemisahan institusi ini adalah langkah maju yang harus dijaga demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.