Kenaikan Tarif PPN 12 Persen Berpotensi Tambah Penerimaan Negara Rp75 Triliun
PEWARTA.CO.ID - Pemerintah memproyeksikan tambahan penerimaan negara sebesar Rp75 triliun dengan penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengungkapkan hal ini dalam keterangannya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
“(Potensi penerimaan) Itu sekitar Rp75 triliun,” ujar Febrio, seraya menambahkan bahwa pemerintah tetap berkomitmen mendengarkan masukan masyarakat terkait kebijakan ini, khususnya dalam menerapkan prinsip keadilan.
Meski tarif PPN dinaikkan, pemerintah memastikan tetap memberikan berbagai insentif pembebasan pajak untuk meringankan beban masyarakat, terutama kelompok yang rentan. Total insentif perpajakan untuk pembebasan PPN pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp265,5 triliun.
Beberapa sektor yang menjadi prioritas pembebasan PPN meliputi:
- Bahan makanan: Rp77,1 triliun.
- UMKM: Rp61,2 triliun.
- Transportasi: Rp34,4 triliun.
- Jasa pendidikan dan kesehatan: Rp30,8 triliun.
- Keuangan dan asuransi: Rp27,9 triliun.
- Otomotif dan properti: Rp15,7 triliun.
- Listrik dan air: Rp14,1 triliun.
- Kawasan bebas: Rp1,6 triliun.
- Jasa keagamaan dan pelayanan sosial: Rp700 miliar.
Febrio menegaskan bahwa pemerintah tetap melindungi kelompok masyarakat miskin dan rentan. “Kami pastikan masyarakat miskin dan rentan kami lindungi. Masyarakat yang mampu yang membayar, tentu sesuai dengan undang-undang. Ini akan kami berikan prinsip keadilan,” jelasnya.
Pemerintah telah menetapkan bahwa barang dan jasa premium akan menjadi sasaran utama penerapan tarif PPN 12 persen. Beberapa kategori yang termasuk di antaranya:
- Bahan makanan premium seperti wagyu, salmon, dan bahan makanan mahal lainnya.
- Jasa pendidikan premium, misalnya sekolah dengan biaya tinggi.
- Jasa pelayanan kesehatan medis premium.
- Listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500-6.600 VA.
Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk memastikan prinsip keadilan fiskal, di mana masyarakat mampu menjadi kontributor utama penerimaan pajak.
Febrio menjelaskan bahwa rincian lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen, maupun yang mendapat insentif pembebasan pajak, akan diatur dalam peraturan lebih lanjut, baik melalui Peraturan Menteri maupun Peraturan Pemerintah.
“APBN tahun depan kan belum mulai, tapi akan kami kelola,” tambah Febrio, seraya memastikan pemerintah akan terus memantau dan mengelola penerimaan negara untuk memastikan stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).