Kejaksaan Agung dan Kementerian Pertanian Bersinergi Mengawal Program Swasembada Pangan
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berbicara dengan awak media di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (16/12/2024). (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kementerian Pertanian (Kementan) memperkuat kerja sama untuk memastikan keberhasilan program swasembada pangan yang menjadi salah satu agenda utama Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Kolaborasi ini ditandai dengan pertemuan antara Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).
Menteri Pertanian Andi Amran menyampaikan bahwa kerja sama dengan Kejaksaan Agung diperlukan untuk mempercepat implementasi program swasembada pangan. Program ini memiliki anggaran besar, mencapai Rp30 triliun, yang harus dimanfaatkan seefektif mungkin untuk mendukung para petani.
“Kami berkoordinasi dengan Jaksa Agung karena program ini harus dilaksanakan secepat-cepatnya dan sesingkat-singkatnya agar kebutuhan pangan dalam negeri dapat terpenuhi,” kata Andi.
Namun, Andi juga mengungkapkan adanya kendala yang dialami oleh para petani, seperti pungutan liar terkait distribusi alat pertanian yang seharusnya diberikan secara gratis.
“Alat mesin pertanian yang kami kirim ke daerah terkadang dimintai oknum tertentu dalam artian membayar. Kalau kami berikan traktor, combiner harvester, menurut laporan ada yang bayar sampai Rp50 juta satu unit,” ungkapnya.
Selain itu, beberapa petani juga diminta membayar hingga Rp3 juta untuk alat-alat yang sebenarnya diperintahkan Presiden untuk dibagikan tanpa biaya.
Sektor pupuk menjadi perhatian khusus Kementan dalam program swasembada pangan. Subsidi pupuk direncanakan meningkat hingga 100 persen pada tahun 2024, mencapai total Rp50 triliun. Namun, tantangan besar muncul akibat peredaran pupuk palsu yang merugikan petani.
“Kami menemukan pupuk palsu yang menyebabkan kerugian hingga Rp3,2 triliun. Kami juga telah menyerahkan empat oknum pelaku pupuk palsu kepada penegak hukum,” jelas Andi.
Ia menegaskan, dampak dari pupuk palsu ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga petani secara langsung, dengan estimasi sekitar 100 ribu petani terdampak. Jika memperhitungkan keluarga mereka, jumlah orang yang menderita akibat masalah ini mencapai sekitar 400 ribu jiwa.
“Ini mungkin harapan kami agar ini ditindak, dihukum seberat-beratnya. Kenapa? Bukan merugikan negara saja, tetapi merugikan petani kita,” tegasnya.
Merespons berbagai temuan yang diungkapkan Kementan, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan komitmen penuh untuk mendukung program swasembada pangan, termasuk menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pelanggaran hukum.
“Kita akan mengumpulkan data dulu. Yang pasti, Anda tahu siapa saya, saya tidak akan pandang bulu kepada siapa pun,” ucap Burhanuddin.
Sinergi antara Kejaksaan Agung dan Kementerian Pertanian ini diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala di lapangan, memastikan alokasi anggaran yang tepat, dan melindungi para petani dari tindakan yang merugikan. Dengan pengawasan ketat dan langkah hukum yang tegas, program swasembada pangan diharapkan dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat.