Ilustrasi. Bahan makanan yang mengandung vitamin D. |
PEWARTA.CO.ID - Penelitian terbaru dari Universitas McGill di Montreal, Kanada, mengungkapkan hubungan antara kekurangan vitamin D di awal kehidupan dan peningkatan risiko penyakit autoimun.
Penelitian ini menjelaskan bahwa kekurangan vitamin D pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan masalah pada sistem kekebalan tubuh, khususnya terkait fungsi kelenjar timus.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances menunjukkan bahwa selama masa kanak-kanak, kelenjar timus memainkan peran penting dalam melatih sel-sel imun untuk membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan penyerang eksternal yang berbahaya. Kekurangan vitamin D pada fase ini menyebabkan penuaan dini pada timus, yang berdampak buruk pada sistem kekebalan tubuh.
Peran kelenjar timus dan vitamin D
John White, Profesor dan Ketua Departemen Fisiologi di McGill, yang juga merupakan penulis utama penelitian ini, menjelaskan bahwa "Timus yang menua menyebabkan sistem imun yang 'bocor'." Ia menambahkan, “Ini berarti timus menjadi kurang efektif dalam menyaring sel-sel imun yang secara keliru dapat menyerang jaringan sehat, sehingga meningkatkan risiko penyakit autoimun seperti diabetes tipe 1” (Medical Xpress, 21/10).
Profesor White menekankan bahwa vitamin D telah lama diketahui berperan penting dalam penyerapan kalsium untuk kesehatan tulang, tetapi penelitian terbaru menyoroti peran krusial vitamin ini dalam pengaturan sistem imun.
"Temuan kami memberikan kejelasan baru pada hubungan ini dan dapat mengarah pada strategi baru untuk mencegah penyakit autoimun," imbuhnya.
Meskipun penelitian ini dilakukan pada tikus, temuan tersebut tetap relevan bagi manusia karena timus berfungsi serupa pada kedua spesies. Profesor White menambahkan bahwa studi ini memberikan wawasan penting tentang perlunya asupan vitamin D yang cukup, terutama bagi anak-anak.
Pentingnya asupan vitamin D untuk anak-anak
Kekurangan vitamin D pada anak-anak tidak hanya berpotensi mempercepat penuaan timus, tetapi juga meningkatkan risiko pengembangan penyakit autoimun di masa depan.
"Jika Anda memiliki anak kecil, penting untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan untuk memastikan mereka mendapatkan cukup vitamin," saran Profesor White.
Penelitian ini memperkuat temuan sebelumnya, seperti studi di Finlandia pada tahun 2001 yang melibatkan lebih dari 10.000 anak. Studi tersebut menemukan bahwa anak-anak yang diberi suplemen vitamin D sejak dini memiliki risiko hingga lima kali lebih rendah untuk mengembangkan diabetes tipe 1 di kemudian hari.
Dalam studi McGill, para peneliti menggunakan tikus yang tidak dapat memproduksi vitamin D untuk meneliti dampak kekurangan vitamin ini pada timus. Mereka menggunakan analisis sel dan pengurutan gen untuk mengamati bagaimana kekurangan vitamin D memengaruhi sistem kekebalan tubuh secara keseluruhan.
Ke depan, Profesor John White berharap dapat melanjutkan penelitian ini dengan fokus pada bagaimana vitamin D memengaruhi timus manusia, yang menurutnya belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan lebih lanjut tentang cara mencegah dan mengelola penyakit autoimun melalui intervensi terkait vitamin D.
Dengan demikian, temuan ini menekankan pentingnya asupan vitamin D yang cukup sejak dini. Kekurangan vitamin D tidak hanya berdampak pada kesehatan tulang, tetapi juga dapat memengaruhi fungsi kekebalan tubuh, yang pada akhirnya meningkatkan risiko penyakit autoimun seperti diabetes tipe 1.