QRIS. |
PEWARTA.CO.ID - Semakin banyak orang di Indonesia yang memanfaatkan teknologi pembayaran digital melalui Kode QR Indonesia (QRIS). Hal ini dianggap lebih praktis dan dapat mencegah penipuan.
"Bisa mencegah terjadinya fraud atau penipuan terlebih resiko tinggi jika menggunakan pembayaran cash," ujar Sekretaris Umum Asosiasi Travel Agen Indonesia (Astindo) Jeffry Darjanto dalam keterangannya, Jumat (2/8/2024).
Berdasarkan data dari Astindo, penggunaan transaksi digital semakin masif di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar. Di kota-kota tersebut, penggunaan QRIS sudah mencapai lebih dari 30%.
"QRIS juga sangat membantu namun dengan batas nilai tertentu. Kembali lagi tergantung pada program bank yang tersedia, biasanya pelanggan akan memaksimalkan penggunaan QRIS terutama jika ada promo atau potongan harga atau gimmick tertentu," tutur Jeffry.
Meskipun demikian, Astindo mencatat bahwa biaya atau administrasi transaksi digital perlu dipertimbangkan untuk dikurangi. Hal ini karena besarnya biaya tersebut dapat mempengaruhi margin keuntungan para pengusaha.
"Anggota-anggota kami menjual tentunya tanpa tambahan biaya apapun kepada pelanggan dan biaya administrasi sudah pasti akan ditanggung oleh pengusaha," tutur Jeffry.
Indra, praktisi sekaligus Direktur Utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC) - perusahaan penyedia jasa teknologi digital, menjelaskan bahwa QRIS telah memiliki standar keamanan internasional yang diterapkan di Indonesia. Pihaknya juga selalu melakukan sosialisasi dan edukasi terkait keamanan transaksi QRIS kepada para merchant.
"Artinya dari sisi keamanan tentunya jaminan menghindari adanya Fraud, tapi seperti kata BI, semua pengawasan ini menjadi tanggung jawab bersama, baik penyedia maupun pengguna," ujar Indra.
Sebagai bentuk inovasi, PT TDC memperkenalkan produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM. Dalam produk ini, mereka memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing, serta insentif lainnya.
"Ini merupakan bagian dari kampanye kami dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang diinisiasi Bank Indonesia pada 2014," lanjut Indra.
Indra juga menyarankan agar perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital memiliki sertifikasi ISO terkait manajemen mutu, anti penyuapan, dan keamanan informasi.
"Bentuk sederhana implementasi dari ISO itu adalah quick response terhadap masukan dari pengguna (merchant) yang datang dari berbagai saluran informasi. ISO ini juga pertahanan diri dari kemungkinan terjadinya kebocoran data," tutupnya.