Potret Hevearita Gunaryanti Rahayu (Dok. Ist) |
Pewarta.co.id Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Semarang, Supriyadi, mengatakan bahwa penggeledahan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memengaruhi popularitas Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wali Kota saat ini.
"Otomatis akan memengaruhi elektabilitas petahana yang hasil surveinya saat ini terus meningkat," kata Supriyadi ditemui usai rapat paripurna di Gedung DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin
KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa instansi dan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Semarang sejak Rabu, 17 Juli.
Penggeledahan berlangsung di berbagai kantor OPD, baik di kompleks Balai Kota maupun Gedung Pandanaran. Selain itu, KPK juga meminta keterangan dari beberapa pimpinan OPD.
Supriyadi, yang juga mantan Ketua DPRD Kota Semarang, mempertanyakan waktu penggeledahan yang mendekati pemilihan kepala daerah (pilkada), di mana Ita, sapaan akrab Hevearita, adalah calon petahana.
"Kalau mau menyelidiki tindak pidana korupsi di Kota Semarang harusnya jauh-jauh hari, tidak hanya mendekati proses pilkada. Ini membuat masyarakat bertanya-tanya kenapa harus mendekati pilkada sehingga menimbulkan banyak spekulasi," katanya
Ia juga menyesalkan berita yang menyebutkan bahwa Ita telah ditetapkan sebagai tersangka. Supriyadi merasa ada upaya untuk merugikan elektabilitas Ita, yang dikenal memiliki dukungan tinggi dalam survei untuk Pilkada Kota Semarang 2024.
KPK menjelaskan bahwa penggeledahan ini berkaitan dengan tiga kasus dugaan korupsi, termasuk pengadaan barang dan jasa serta dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri.
KPK juga telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, tetapi identitas mereka belum diungkap.
"Ini ada upaya penggembosan elektabilitas beliau. Sebagai kader PDIP, saya merasa rugi ya, karena Bu Ita ini elektabilitasnya paling tinggi, terus di-framing seolah-olah sebagai tersangka. Padahal kan belum ditetapkan sebagai tersangka secara resmi," kata Supriyadi
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebutkan bahwa ada empat orang yang dilarang bepergian ke luar negeri terkait penyidikan ini, dua di antaranya adalah penyelenggara negara dan dua lainnya merupakan pihak swasta.