 |
| Ilustrasi kebocoran data (Dok. Ist) |
Pewarta.co.id Industri keuangan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam hal digitalisasi.
Kita bisa melihat ini dari banyaknya produk keuangan digital yang muncul, seperti pembayaran non-tunai, mobile banking, dan platform pinjaman online.
Menurut data dari Bank Indonesia (BI), saat ini 90% bank umum sudah memiliki layanan digital.
Nilai transaksi digital payment mencapai Rp 60.000 triliun, dan ada sekitar 33 juta pelaku usaha yang menggunakan layanan digital.
Namun, meskipun ada banyak kemajuan, BI mengingatkan bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam transformasi digital ini. Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menjelaskan beberapa tantangan tersebut.
Dengan meningkatnya penggunaan layanan digital, risiko kebocoran data dan serangan cyber juga meningkat.
Juda menekankan pentingnya memiliki sistem yang aman untuk melindungi transaksi dan data nasabah.
"Kita perlu pastikan bahwa sistem-sistem yang kita bangun memiliki keamanan yang kuat untuk melindungi transaksi pengguna dan juga melindungi data nasabah," kata Juda dalam acara Digital Bank Summit, Jakarta (23/7).
Aktivitas digital yang meningkat juga membuka peluang bagi penipuan. Ini bisa merugikan konsumen dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan digital.
"Keempat, regulasi yang adaptif. Dunia digital bergerak sangat cepat dan regulasi tentu harus mampu mengikuti perkembangan ini tanpa menghambat inovasi," jelasnya.
Meskipun banyak kemajuan, masih ada sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan keuangan digital.
Juda menekankan bahwa BI berkomitmen untuk mendukung perkembangan industri keuangan digital melalui kebijakan yang mendukung inovasi, sambil tetap menjaga keseimbangan dan keamanan.
