Puluhan wartawan dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya menggelar aksi menyikapi RUU Penyiaran di Surabaya, Rabu (29/5). (Dok. Antara) |
SURABAYA, PEWARTA - Sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dinilai berpotensi membungkam kemerdekaan pers. Hal ini mendorong Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya untuk menggelar aksi damai di Taman Apsari, Surabaya.
Aksi yang diikuti oleh puluhan jurnalis ini diawali dengan berjalan mundur menuju Taman Apsari, sebuah simbolisasi kemunduran bagi kemerdekaan pers Indonesia yang dikhawatirkan terjadi akibat RUU Penyiaran.
"RUU Penyiaran ini bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999," tegas Falentinus Hartayan, Ketua IJTI Korda Surabaya, saat dikonfirmasi di sela aksi.
Kekhawatiran IJTI Surabaya diperkuat dengan pasal-pasal kontroversial dalam RUU Penyiaran. Salah satunya, Pasal BA huruf (q) dan Pasal 42 Ayat 2 yang mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik di bidang penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Pasal ini tumpang tindih dengan UU Pers yang telah mengatur bahwa sengketa jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers," jelas Falen.
Baca juga: DPR Tunda Pembahasan Revisi UU Penyiaran
Lebih lanjut, IJTI Korda Surabaya juga menyoroti Pasal 508 Ayat 2 huruf (c) RUU Penyiaran yang melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.
"Ini jelas membungkam jurnalis dan membatasi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," tegas Falen.
Aksi IJTI Korda Surabaya ini merupakan bentuk penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran yang dinilai mengancam kemerdekaan pers. Mereka mendesak DPR RI untuk meninjau kembali RUU tersebut dan melibatkan Dewan Pers serta masyarakat pers dalam proses pembahasannya.
"Kami tidak ingin DPR RI mengesahkan RUU Penyiaran dengan gegabah," tegas Falen.
"Kami ingin pers tetap independen dan menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi," tandasnya.