Ilustrasi. E-voting atau pemungutan suara secara online. |
PEWARTA, PEMILUPEDIA - Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen demokrasi yang penting untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat.
Tradisionalnya, pemilu dilakukan secara langsung di tempat pemungutan suara (TPS) dengan menggunakan surat suara.
Namun, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membuka peluang untuk melakukan pemungutan suara secara online (e-voting)
Pemungutan suara online adalah proses pemberian suara dalam pemilihan umum melalui media elektronik, seperti internet atau jaringan seluler.
E-voting memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemungutan suara konvensional, seperti lebih efisien dan efektif karena pemilih tidak perlu datang ke TPS.
Selain itu, cara ini juga dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak memerlukan kertas surat suara yang dicetak dalam skala besar.
Kemudian, e-voting juga dianggap lebih inklusif, karena dapat diakses oleh pemilih yang memiliki keterbatasan fisik.
Kendati demikian, e-voting juga memiliki beberapa tantangan, seperti faktor keamanan dan kerahasiaan suara pemilih, risiko kecurangan dan manipulasi suara, serta kesiapan infrastruktur dan teknologi.
Meski memiliki celah yang rentan disalahgunakan, namun faktanya ada negara di dunia yang menggelar pemungutan suara pemilu secara online alias e-voting.
Sejauh ini ada 5 negara di dunia yang sudah menerapkan metode ini dalam proses pemilu, antara lain:
Estonia
Estonia merupakan negara pertama di dunia yang menggelar pemungutan suara online secara nasional pada tahun 2005. Saat ini, e-voting telah menjadi metode pemungutan suara yang umum digunakan di Estonia, bahkan untuk pemilihan umum presiden.
Swiss
Swiss mulai menerapkan e-voting pada tahun 2007 untuk pemilihan umum lokal. Pada tahun 2015, e-voting juga mulai diterapkan untuk pemilihan umum federal.
Selandia Baru
Selandia Baru mulai menerapkan e-voting pada tahun 2008 untuk pemilihan umum lokal. Pada tahun 2020, e-voting juga mulai diterapkan untuk pemilihan umum umum.
Ukraina
Ukraina mulai menerapkan e-voting pada tahun 2015 untuk pemilihan umum lokal. Pada tahun 2019, e-voting juga mulai diterapkan untuk pemilihan umum umum.
Brazil
Brazil mulai menerapkan e-voting pada tahun 2018 untuk pemilihan umum umum.
Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga sedang mempertimbangkan untuk menerapkan e-voting dalam pemilihan umum, termasuk Indonesia.
Pada tahun 2022, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mendorong agar Pemilu 2024 mulai menerapkan pemungutan suara secara online.
Penerapan e-voting dalam pemilihan umum masih terus berkembang. Negara-negara yang telah menerapkan e-voting terus berupaya untuk meningkatkan keamanan dan kerahasiaan suara pemilih, serta mengurangi risiko kecurangan dan manipulasi suara.
Harus ada pengawasan ketat dalam penyelenggaraan pemilu secara daring ini. Hal ini demi menjaga aspek-aspek yang telah disebutkan di atas.
Penyelenggara perlu melakukan verifikasi data pemilih agar nantinya para voter dapat menyalurkan hak pilihnya secara rahasia, jujur, dan adil.
Dalam prosesnya, verifikasi data bisa menggunakan pihak ketiga yang menyediakan platform khusus untuk menjamin kerahasiaan data dan hak para pemilih tersebut.
Di Indonesia sendiri ada platform yang fungsionalitasnya seperti itu, yakni Earlyvoting.net.
Dalam situs resminya tertulis bahwa pemungutan suara melalui internet membahayakan privasi pemilih, kapasitas untuk memilih, dan kepercayaan bahwa suara mereka dicatat dan dihitung secara akurat.
Karenanya identitas pemilih juga harus diverifikasi untuk memastikan tidak ada orang lain yang memberikan suara atas nama mereka.
Kombinasi privasi dan verifikasi ini tidak mungkin dilakukan dengan teknologi pemungutan suara internet saat ini.
Sebaliknya, surat suara yang diverifikasi oleh pemilih direkomendasikan sebagai opsi pemungutan suara yang paling aman, karena surat suara tersebut dapat diaudit dan dihitung ulang untuk mengonfirmasi hasil pemilu.
Sebagai penegasan, pemungutan suara melalui internet tidak menyediakan surat suara. Sekalipun petugas pemilu mencetak surat suara yang dikembalikan secara elektronik, pemilih tidak pernah berinteraksi dengan salinan cetak tersebut dan tidak dapat memverifikasi kebenarannya.