GfM7GfzpGpW0BUOlGfO8TSCiBY==

Risiko Utang di Pinjaman Online Ilegal, Sebaiknya Hindari Pinjol yang Tak Terdaftar di OJKk

Risiko Utang di Pinjaman Online Ilegal, Sebaiknya Hindari Pinjol yang Tak Terdaftar di OJK
Risiko yang mengancam debitur atau peminjam dana di pinjol ilegal.

PEWARTA.CO.ID - Mengajukan pinjaman online (pinjol) sedang menjadi fenomena yang marak di tengah masyarakat Indonesia. Ironisnya, tak semua pinjol tersebut terdaftar resmi di Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

Saat ini keberadaan pinjol ilegal sudah tak terhitung jumlahnya, meski tak sedikit juga yang sudah diberantas oleh pemerintah karena tak memiliki izin operasional semestinya.

Kendati ilegal, nyatanya masih banyak masyarakat yang terjebak dengan tetap mengajukan pinjaman pada pinjol tidak resmi tersebut. Padahal sejumlah risiko tengah mengintai privasi mereka.

Dalam artikel ini dijelaskan beberapa dampak negatif dan risiko meminjam uang pada pinjol ilegal. Simak dan baca hingga tuntas.

Risiko pinjaman online ilegal

Sedikitnya ada 7 risiko meminjam uang pada pinjol ilegal yang harus diwaspadai. Bahkan tak hanya sekadar diwaspadai, sudah seharusnya untuk dihindari agar tak menjadi korban yang terus dalam bayang-bayang ancaman.

Seperti banyak diberitakan, para korban yang merasa diancam oleh oknum debt colector atau DC dari pemberi pinjaman tersebut kerap dijumpai dalam kondisi depresi. Bahkan tak jarang berakhir dengan perbuatan nekat lantaran sudah putus asa atas kondisinya.

Mereka stress karena sudah merasa keberatan jika harus mengembalikan pinjaman dengan nominal yang mencekik. Belum lagi bunga yang tinggi ketimbang aplikasi pinjol legal pada umumnya.

Ditambah tenor atau durasi waktu pengembalian utang yang singkat juga membuat rasa depresi kian membelit pikiran.

Jadi, sebelum memutuskan untuk pinjam uang secara ilegal pada pinjol yang tak resmi tersebut, simak dahulu deretan risiko yang mengancam berikut ini.

1. Bunga pinjaman lebih tinggi

Salah satu cara paling mudah untuk mengenali pinjol ilegal adalah dengan melihat besarnya bunga di luar pinjaman pokok. Di mana hal inilah yang sering membuat penggunanya merasa stress karena beratnya proses pengembalian dana.

Dan risiko atas hal ini adalah cash flow menjadi tidak beraturan dalam manajemen keuangan secara pribadi. Kondisi ini disebabkan besarnya bunga ditentukan sendiri oleh perusahaan pemberi pinjaman, tidak sesuai dengan yang seharusnya layaknya dalam pengawasan OJK.

2. Ada denda keterlambatan bayar

Risiko kedua dari Pinjol ilegal adalah adanya denda saat debitur telat dalam membayar angsuran atau pelunasan. Hal ini jelas semakin merugikan bagi peminjam.

Semakin telat dan molor dalam membayar, maka akan semakin besar pula denda yang dijatuhkan oleh perusahaan fintech tak resmi tersebut.

3. Masuk daftar hitam (blacklist)

Seperti diketahui, saat awal mengajukan pinjaman calon debitur diminta untuk mengunggah identitas diri seperti KTP, NPWP, slip gaji, dan beberapa dokumen pendukung lainnya.

Saat debitur dianggap wanprestasi karena tidak bisa mengembalikan dana, atau biasa disebut gagal bayar (galbay), maka nama debitur akan masuk ke dalam daftar hitam (blacklist) yang membuat sulit mengajukan kredit apapun, termasuk ke lembaga keuangan manapun di kemudian hari.

4. Ancaman debt colector (DC)

Ini yang paling menyeramkan, yaitu ancaman dari petugas khusus yang menagih bahkan sampai ke rumah peminjam. Mereka adalah debt colector (DC) yang tak segan mengeluarkan kata-kata kasar ketika menagih.

Ironisnya, proses penagihan DC pinjol ilegal sering dilakukan bahkan sejak beberapa hari sebelum tanggal jatuh tempo. Dan tak jarang diiringi dengan kalimat ancaman saat mengingatkan ke peminjam melalui chat maupun telepon ke nomor yang digunakan untuk mendaftar.

Selain itu, para DC pinjol ilegal juga tak segan menyebarkan data pribadi dari debitur yang disetorkan waktu awal pengajuan. Data itu kerap dijadikan senjata untuk membuat malu yang bersangkutan dengan narasi yang terkadang mengada-ada.

5. Biaya administrasi besar

Biaya administrasi di sini biasa memotong jumlah pinjaman di awal, dan besarannya lebih besar ketimbang perusahaan fintech legal yang diawasi OJK.

Misalnya, data debitur mengajukan pinjaman sebesar Rp 1.500.000, ada yang sampai memotong biaya administrasi sebesar Rp 300.000 di awal pencairan. Sehingga dana yang diterima debitur akhirnya hanya berkisar Rp 1.200.000 saja. Padahal saat pengembalian tetap akan dihitung sesuai besarnya nominal pokok ditambah bunga pinjaman.

6. Tenor relatif singkat

Selain nominal administrasi dan bunga, belum lagi soal denda keterlambatan, rasa frustasi akan kian bertambah saat menyadari bahwa durasi pengembalian atau tenor yang relatif cukup singkat.

Untuk durasinya memang tak selalu sama antar perusahaan pinjol tersebut, namun tetap saja waktunya relatif singkat ketimbang yang umumnya diberikan oleh fintech resmi dari OJK.

7. Tidak ada perlindungan dari OJK

Seperti beberapa kalimat yang diulang-ulang pada poin-poin sebelumnya, di mana pinjol ilegal jelas bukan merupakan bagian dari pengawasan OJK. Hal ini tentu akan membuat segala risiko akan ditanggung sendiri oleh debitur atau peminjam.

Hal itu karena OJK tidak bisa memberikan perlindungan mengingat perusahaan fintech tidak terdaftar resmi pada OJK sebagai perusahaan yang bergerak di bidang finance technology.

Jika telah mengetahui apa saja risiko yang mengintai nasabah dari pinjaman online ilegal tersebut, masihkah Anda memiliki niatan untuk utang ke pinjol tak resmi tersebut?

Sebaiknya pikir dua kali sebelum mengambil keputusan. Jika memang dirasa nominal uang tersebut benar-benar Anda butuhkan, cari solusi lain tanpa harus menggunakan jasa pinjaman online ilegal tersebut.

***
Dapatkan berita Indonesia terkini viral 2025, trending, serta terpopuler hari ini dari media online Pewarta.co.id melalui platform Google News.

Ketik kata kunci lalu Enter