GfM7GfzpGpW0BUOlGfO8TSCiBY==

Gas Air Mata Selalu Jadi Sebab Jumlah Kematian Suporter Terbanyak di Dunia

Gas Air Mata Selalu Jadi Sebab Jumlah Kematian Suporter Terbanyak di Dunia
Potret saat petugas menembakkan gas air mata ke arah tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10).

PEWARTA.CO.ID - Tragedi Kanjuruhan sejatinya bukan yang pertama terjadi di dunia. Pasalnya kejadian serupa juga pernah terjadi di beberapa negara dengan jumlah korban yang berbeda.


Namun dari 3 besar jumlah kematian suporter yang terbanyak, semuanya selalu disebabkan oleh gas air mata.


Benar saja, selain membuat mata pedih, gas air mata juga bisa membuat sesak napas. Sehingga tak jarang mereka yang menghirup akan pingsan, hingga yang terparah sampai meninggal di tempat.


Dan tragedi Kanjuruhan telah menambah daftar panjang kematian suporter dengan jumlah terbanyak yang berawal dari asap gas air mata.


Padahal jelas, penggunaan gas air mata telah dilarang oleh FIFA selaku federasi tertinggi sepakbola dunia. Di mana hal ini tercantum dalam Bab III tentang Stewards, pasal 10 soal Stewards di pinggir lapangan.


Baca juga: Sejarah Kelam Sepak Bola Indonesia Dalam Insiden Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang


Jauh sebelum tragedi Kanjuruhan, di Peru juga pernah terjadi kasus serupa. Bahkan masih menjadi rekor yang terbanyak untuk kematian suporter hingga saat ini.


Kejadiannya pada tahun 1964 di mana saat itu ada 328 orang tewas karena berjejalan di stadion. Mereka panik dan mengalami gangguan pernapasan akibat gas air mata yang ditembakkan petugas.


Menurut pengakuan korban selamat, mereka melihat petugas menembakkan gas air mata dengan tujuan meredam gejolak suporter yang tak puas terhadap performa yang ditampilkan klub kebanggaannya.


Selain Peru dan Indonesia (Kanjuruhan), ada juga kasus serupa terjadi di Ghana pada 9 Mei 2021.


Saat itu, kejadian di Stadion Accra menewaskan 136 orang dari suporter Asante Kotoko. Mereka terjebak letupan gas air mata, di mana keadaan diperparah dengan kondisi pintu stadion yang terkunci.


Baca juga: Presiden Klub Madura United Tanggapi Tragedi Kanjuruhan, Achsanul Qosasi: Semua Pengurus PSSI Harus Mundur


Dilansir dari Amnesti Internasional, efek gas air mata dapat menimbulkan sensasi terbakar, batuk, sesak napas, dan iritasi kulit.


Dalam banyak kasus, efek gas air mata baru akan terasa antara 10-20 menit setelahnya. Namun demikian tidak berlaku bagi korban yang masih berusia belia. Karena tingkat ketahanan tubuh anak-anak lebih rentan ketimbang orang dewasa.


Terlebih jika yang terpapar adalah orang lanjut usia (lansia). Mereka bisa saja keracunan gas tersebut yang kemudian menimbulkan reaksi seperti pingsan atau yang terparah meninggal dunia.


Sehingga bisa dikatakan penggunaan gas air mata merupakan kesalahan fatal jika harus ditembakkan ke tribun penonton yang berkerumun, sedangkan akses pintu masuk/keluar terbatas.


Mereka yang panik wajar jika kemudian berdesakan, bertubrukan, hingga berisiko terinjak oleh penonton lain.

***
Dapatkan berita Indonesia terkini viral 2025, trending, serta terpopuler hari ini dari media online Pewarta.co.id melalui platform Google News.

Ketik kata kunci lalu Enter