Tim kuasa JE, Jeffry Simatupang, Ditho Sitompul, dan Philipus Harapenta Sitepu, saat menunjukkan layanan hotline bagi alumni SPI untuk melapor dugaan rekayasa dalam kasus SPI. |
PEWARTA.CO.ID - Kasus dugaan kekerasan seksual SPI Batu telah memasuki agenda sidang ke-23.
Persidangan digelar Rabu (10/8/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Jawa Timur.
Agenda dalam sidang kali ini, adalah pembacaan replik atau jawaban dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pledoi dari kuasa hukum terdakwa JE, pemilik SPI Batu.
Tim kuasa hukum JE, Jeffry Simatupang mengatakan, pihaknya menilai JPU mengulang-ulang dakwaan yang bertumpu pada asumsi belaka, bukan pembuktian.
"Dalam perkara ini kami sampaikan, bahwa pelapor dan yang mengaku sebagai korban hanya satu orang. Tidak tepat kalau dikatakan 8 sampai 9 orang, itu tidak tepat. Karena menurut keterangan dari Pengadilan Negeri pun sudah menyatakan dalam rilisnya, bahwa dalam perkara kami yang diduga korban atau sebagai pelapor hanya satu orang saja," kata Jeffry kepada Pewarta.
Jeffry juga menyinggung peran aktif Polda Jatim yang membuka layanan hotline terkait dugaan eksploitasi ekonomi di SPI Batu.
Ia menyebut, tim kuasa hukum juga memfasilitasi hotline serupa.
Namun bedanya, dikhususkan bagi alumni yang merasa laporan-laporan atas kasus ini hanya rekayasa semata.
"Sekali lagi kami menyatakan, bahwa laporan ini ada yang merekayasa bahwa laporan ini adalah bohong fitnah berdasarkan pembuktian di pengadilan. Kami tidak megatakan ini hanya berdasarkan asumsi," bebernya.
Jeffry juga menegaskan jika pembuktian yang dilakukan tim kuasa hukum dirasa telah selesai. Tetapi perkara kini justru mengarah pada melawan asumsi, bukan bukti.
"Ya, karena perkara ini tidak ada alat bukti yang mendukung bahwa terdakwa tidak melakukan tindak pidana pelecehan seksual atau kekerasan seksual. Maka kami meminta berdasarkan pembuktian, berdasarkan fakta persidangan untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," tegasnya.
Bukan hanya itu, tim kuasa hukum JE juga meminta kepada Majelis Hakim PN Malang agar berdiri secara adil dan mempertimbangkan segala alat bukti, dan tidak hanya berlandaskan asumsi semata.
"Tidak boleh ada penyelundupan hukum atau penghilangan fakta persidangan. Dan bagi kami banyak fakta-fakta persidangan yang tidak dicantumkan dalam tuntutan. Bahkan dalam replik yang sudah kami ungkap dalam jawaban kami, dan Jaksa tetap sekali lagi bertupu pada asumsi," pungkasnya.