Ilustrasi cyber bullying (Freepik) |
PEWARTA.CO.ID - Perkembangan internet seiring terus bermunculannya berbagai platform media jejaring tidak dipungkiri telah membentuk ekosistem peradaban majemuk di ranah digital.
Beragam latar belakang orang berkumpul, berkreasi, dan saling berinteraksi meski tidak selalu saling mengenal.
Ditambah distribusi informasi yang semakin tidak terbendung, membuat koneksi antar pengguna internet tersebut ibarat membentuk pola lingkaran sosial baru yang bisa jadi 180 derajat berbeda dengan kehidupan di dunia nyata.
Terang saja, jika biasanya manusia cenderung dapat menunjukan perilaku beradab mulai dari tutur kata hingga tindakan saat berpapasan secara kasat mata, kemudian berubah menjadi sosok toxic di ruang digital ketika dihadapkan pada hal yang mungkin kontradiktif dengan pahamnya.
Dari situlah muncul istilah cyber bullying, atau perilaku membuli terhadap sesamanya hanya karena beda paham melalui ruang digital seperti media sosial.
Baca juga: Beri Pemahaman Soal Cyber Bullying, Ini yang Dilakukan Kemkominfo
Baca juga: Etika Berjejaring: Jarimu Harimaumu!
Jika di dunia nyata, aksi perundungan biasa terjadi melalui kontak fisik, beda halnya dengan dunia maya yang lebih banyak berupa komunikasi persuasif.
Meski begitu, baik perundungan dunia nyata maupun maya tetaplah merugikan, terutama bagi korbannya.
Di Indonesia sendiri, dengan jumlah pengguna internet yang masif (204 juta lebih pengguna sampai di tahun 2022) acap kali terjadi hal demikian. Pembulian siber sudah seperti sayur dan nasi yang seolah menjadi santapan umum yang gampang dijumpai setiap membuka platform media sosial.
Bahkan, menurut data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat tertinggi di dunia dengan hampir 49 persen di antaranya mengaku pernah menjadi korban bullying di ranah jejaring sosial.
Tentu akan semakin memprihatinkan, jika hal-hal seperti itu dibiarkan terus-menerus, yang entah disadari atau tidak akan membentuk kultur, watak, dan perilaku bagi pelakunya.
Karenanya, dibutuhkan perhatian khusus untuk mengedukasi kebiasaan masyarakat agar lebih bijak dan dewasa selama menggunakan fasilitas komunikasi sosial di internet.
Baca juga: Lakukan Tips ini Jika Ingin Privasimu Aman di Internet
Baca juga: Cara Aman Menggunakan Aplikasi Percakapan
Upaya mengedukasi juga tidak bisa hanya dilakukan satu atau dua kali saja, melainkan dilakukan secara kontinyu selagi pertumbuhan internet yang kian meluas.
Hal itu juga yang memantik perhatian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk aktif turut hadir dalam upaya mengedukasi warga internet (warganet) agar berperilaku santun selama bersosial di situs jejaring.
Belum lama ini, Kominfo mulai menggalakkan program Gerakan Literasi Digital 2022, di mana tujuannya untuk mengedukasi warganet terkait pemanfaatan internet sebagai sarana mengembangkan potensi diri, wadah menumpahkan kreativitas, sekaligus menghindari hal-hal negatif seperti cyber bullying misalnya.
Lantas, bagaimana cara menghindari cyber bullying?
Pakar komunikasi Desra, saat terlibat dalam kegiatan webinar bertajuk 'Menghindari Cyber Bullying' menyebutkan, perundungan siber dapat terjadi melalui media apapun selagi menjadi tempat berkumpulnya sesama pengguna internet.
“Cyber bullying adalah perundungan yang terjadi pada ruang digital. Hal ini dapat terjadi pada media sosial, platform chatting, platform bermain gim, dan ponsel," paparnya dalam webinar yang digelar Selasa (26/7/2022).
Desra juga menjelaskan, langkah yang harus dilakukan jika menjadi korban cyber bullying di media sosial.
"Pertama, tentunya kita jangan jadi orang yang melakukan hal tersebut, tanamkan sikap empati dan menghormati orang lain, tidak merespon pesan dari para pelaku, blokir akun media sosial pelaku, cari bantuan dari orang yang dipercaya, dan yang terakhir laporkan kepada pihak yang berwajib dengan bukti-buktinya”, ujar Desra.
Baca juga: Rilis KIM.id, Kominfo Ingin Bangun Literasi Digital Masyarakat
Baca juga: Kominfo Imbau Masyarakat Peduli Keamanan Saat di Ruang Digital
Tangkapan layar kegiatan webinar Literasi Digital 2022 dengan tema 'Cara Menghindari Cyber Bullying', pada Selasa (26/7) |
Dalam kesempatan yang sama, pemateri kelas daring 'Makin Cakap Digital' oleh Kominfo, Meithiana Indrasari mengatakan, dampak cyber bullying sebenarnya dapat merugikan kedua belah pihak, baik korban maupun pelakunya.
“Dampak cyber bullying sangatlah nyata. Harus adanya pemahaman etika pada masyarakat kita dalam bermain sosial media bahwa cyber bullying mempunyai dampak yang sangat berbahaya," tuturnya, Selasa (26/7).
"Dampak cyber bullying bagi korban terbagi menjadi tiga, yaitu dampak psikologis, dampak sosial, dan dampak pada kehidupan. Lalu dampak bagi pelaku, di mana mereka cenderung berwatak keras, mudah marah, impulsif, selalu ingin mendominasi orang lain, dan dapat dijauhi oleh lingkungannya, dan yang paling parah mereka bisa terjerat oleh UU ITE,” tegasnya.
Webinar literasi digital Kominfo ini, diharapkan dapat menjadi cara efektif dalam mengedukasi masyarakat khususnya anak-anak dan remaja, agar memahami definisi cyber bullying, dampak yang ditimbulkan, serta bagaimana cara menghindarinya.
Ke depannya, Kominfo masih akan aktif menyelenggarakan kegiatan serupa, dengan target lebih banyak masyarakat yang teredukasi tentunya.
Tonton juga video berjudul "Presiden RI: Stop Kasus Bullying pada Anak" berikut ini, dicuplik dari channel YouTube Kemkominfo TV