Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmada |
PEWARTA.CO.ID - Belakangan muncul wacana untuk menjadikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sebagai jaminan pemberian pinjaman alias jaminan utang tambahan ke perbankan. Merespon wacana tersebut, bos BCA buka suara.
Diberitakan sebelumnya, kekayaan intelektual seperti konten YouTube diwacanakan dapat dijadikan jaminan utang bank dan nonbank berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif.
Dan salah satu perusahaan perbankan yang juga ikut membuka kemungkinan menjadikan kekayaan intelektual tersebut sebagai jaminan pengajuan utang adalah PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Meski demikian, BCA hanya akan menjadikan HAKI sebagai jaminan utang tambahan, bukan jaminan utama utang.
"Kita mungkin akan mempertimbangkan hal itu sebagai jaminan tambahan. Jadi bukan jaminan satu-satunya ya karena kita tahu yang namanya kredit itu bisa berbagai macam jaminan. Ini mungkin kita akan coba mempertimbangkan sebagai jaminan tambahan bukan jaminan utama," kata Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja saat konferensi pers, Rabu (27/7/2022).
Menurut PP Nomor 24 Tahun 2022, terdapat beberapa kriteria kekayaan intelektual yang dapat dijadikan jaminan utang. Salah satunya ialah kekayaan intelektual yang dinilai oleh tim penilai yang berkompeten.
Oleh karena itu, kata Jahja, tidak sembarang kekayaan intelektual bisa menjadi jaminan utang di BCA. Pasalnya, BCA sebagai lembaga keuangan perlu mengetahui dahulu berapa nilai pasti dari kekayaan intelektual tersebut sehingga bisa dijaminkan ke bank.
"Namun ada ketentuan juga tentunya, kalau bank mau menerima jaminan harus ada penilaian dari pihak independen," ujarnya.
Lebih lanjut Jahja menjelaskan, pihak independen itu nanti tugasnya untuk menilai valuasi sebuah kekayaan intelektual yang akan dijadikan jaminan utang, serta menilai dari sisi cash flownya.
Kemudian, dari sisi legal, BCA juga masih akan terus mendalami potensi dan risiko atas jaminan utang berupa aset digital tersebut.
Pasalnya, kata dia, berdasarkan riset yang ia dapatkan, kebijakan menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan utang baru ada di Indonesia, sementara di negara-negara lain adapun kebijakan seperti itu belum diterapkan di lapangan.
"Secara legal akan kita dalami juga, kalau harus mengeksekusi ini bagaimana caranya, apa yang mau dieksekusi, apa yang akan kita dapatkan. Ini yang akan kita pelajari lebih mendalam," kata pria lulusan Universitas Indonesia itu.
Meski begitu, dia turut mendukung upaya pemerintah untuk menerapkan kebijakan kekayaan intelektual sebagai jaminan utang bank tersebut.
"Jadi saya pikir ini suatu terobosan yang baik sekali. Namun dalam pelaksanaan tentu kita harus lebih mendalami dan mempelajari segala aspeknya, dari aspek legal dan dari aspek pelaksanaan realisasinya di lapangan seperti apa," tutupnya.