SHGB bisa jadi bukti Anda boleh menempati dan memfungsikan sebidang lahan sebagaimana mestinya. Namun tetap saja, lahan itu bukanlah milik Anda sepenuhnya. Sehingga memahami batasan apa saja yang harus dijaga sangat wajib untuk diketahui.
Pemerintah telah membuat aturan yang mengatur hal tersebut. Jika dilanggar, maka status HGB bisa dicabut meski Anda memiliki bukti kuat sebagai pemegang sertifikat.
Aturan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Pada Pasal 42 dijelaskan bahwa, pemegang HGB memiliki beberapa kewajiban, meliputi:
- Melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan dan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak. Paling lama 2 tahun sejak hak diberikan;
- Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
- Menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;
- Mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;
- Melepaskan hak atas tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan
- Setelah terhapusnya hak, menyerahkan kembali tanah HGB kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik.
Sementara itu, di dalam Pasal 43 menerangkan bawah pemegang SHGB dilarang melakukan beberapa hal. Adapun larangan yang dimaksud antara lain:
- Mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;
- Merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;
- Menelantarkan tanahnya; dan/atau
- Mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, apabila di dalam areal HGB terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.
Jika ketahuan melanggar, maka status sebagai pemegang SHGB akan dihapus atau dicabut oleh pihak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Seperti dijelaskan dalam Pasal 46, salah satu alasan pencabutan HGB karena ditengarai tidak mengindahkan larangan serta memenuhi kewajiban sebagai pemegang sertifikat.
Selain itu, tidak memenuhi syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HGB. Baik itu dengan pemegang Hak Milik atau sesuai perjanjian pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan.
Sementara itu, alasan lain yang bisa membuat Kementerian ATR/BPN mencabut izin SHGB sebelum waktunya ketika terdapat cacat administrasi, serta putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.