Proses pembuatan sertifikat tanah dapat dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang telah ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi.
PPAT sendiri merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998.
Meski PPAT diberi kewenangan atas hal disebutkan di atas, namun dalam proses pembuatan akta atau sertifikat tanah PPAT dilarang menentukan tarif seenaknya sendiri. Karena perihal harga layanan atas jasa tersebut telah diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Uang Jasa PPAT.
Dalam Pasal 1 Permen ATR/KBPN Nomor 33 tahun 2021, disebutkan yang jasa PPAT dan PPAT Sementara atas biaya pembuatan akta tidak boleh melebihi 1 persen dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.
Uang jasa tersebut didasarkan pada nilai ekonomis dan sudah termasuk dengan honorarium saksi dalam proses pembuatan akta tanah.
Jika merujuk pada nilai ekonomis yang dimaksud, bila harganya kurang dari atau sampai dengan Rp 500 juta, maka uang jasanya sebesar 1 persen.
Sedangkan bila harga transaksinya lebih dari Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 miliar, maka uang jasanya paling banyak sebesar 0,75 persen.
Sementara untuk harga tanah yang nilai transaksinya lebih dari Rp1 miliar sampai dengan Rp 2,5 miliar, maka besar uang jasa yang diterima PPAT adalah sebesar 0,5 persen.
Terakhir, jika nilai transaksi tanahnya lebih dari 2,5 miliar maka besar uang jasa yang harus dibayarkan oleh pemohon akta ke PPAT paling banyak sebesar 0,25 persen dari harga transaksi tersebut.
Contoh, jika Anda hendak mengurus akta tanah yang dibeli dengan nominal Rp 200 juta. Maka, uang jasa yang dibayarkan kepada PPAT adalah sebesar Rp 2 juta.
***