Bagi yang sudah mengetahui fakta dan kejadian berkaitan dengan hal itu mungkin langsung paham, tetapi ternyata tak sedikit yang masih bertanya-tanya, tentang apa yang terjadi di Indonesia pada 1958 tersebut.
Mengulik dari laman Kompas, yang telah menjelaskan tentang kejadian tahun 1958 di Indonesia, ternyata terdapat fakta sejarah yang perlu diketahui.
Fakta Sejarah Indonesia Tahun 1958
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dikuatkan dengan pengakuan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949, faktanya kondisi Indonesia tidak langsung stabil begitu saja. Banyak huru-hara yang mengiringi.
Terjadi pemberontakan di mana-mana, salah satunya adalah memori kelam pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
PRRI dibentuk di Padang, Sumatera Barat, pada 15 Februari 1958. Sementara Permesta lahir setahun sebelumnya, tepatnya 2 Maret 1957, di Makassar, Sulawesi Selatan, yang kemudian memindahkan pusatnya ke Manado, Sulawesi Utara.
Dalam catatan sejarah menyebutkan, ada keterlibatan CIA, agen intelijen Amerika, dalam gejolak pemberontakan PRRI/Permesta melawan Pemerintah Indonesia di tahun 1958 tersebut.
Beberapa pihak menyebutkan, pergolakan yang dilakukan PRRI/Permesta terhadap Pemerintah Indonesia dianggap sebagai upaya kudeta terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno melalui campur tangan asing.
Lalu pertanyaannya, apa yang terjadi di tahun 1958 di Indonesia dalam problematika pergolakan itu?
Pemberontakan PRRI/Permesta
Aksi pemberontakan yang dilakukan PRRI/Permesta dilatarbelakangi rasa kecewa yang dialami sejumlah politisi dan perwira di Sumatera dan Sulawesi terhadap kebijakan yang dibuat Pemerintah Pusat Republik Indonesia.
Pemerintah Pusat Indonesia kala itu dinilai tidak adil dalam upaya pemerataan dana pembangunan, termasuk perlakukan sikap kepada warga sipil dan militer di luar Pulau Jawa.
Selain itu, kedekatan yang terjalin antara Presiden Soekarno dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) juga membuat para politisi dan perwira tersebut tidak senang. Pasalnya, banyak kalangan politisi dan perwira di daerah yang sangat anti-komunis dan pro-Barat.
Perwakilan dari luar Pulau Jawa, utamanya dari Sumatera dan Sulawesi, mendesak pemerintah pusat untuk mengupayakan pemerataan otonomi daerah, agar bisa melaksanakan proyek pembangunan di tiap-tiap daerah (lokal).
Hingga pada tahun 1957, tepatnya di bulan Februari, Pemerintah Pusat Indonesia belum juga merespon tuntutan dari perwakilan masyarakat Sulawesi.
Hal itulah yang akhirnya menyebabkan munculnya Permesta pada 2 Maret 1957, yang diproklamirkan oleh Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual.
Setahun kemudian, tepatnya 12 Februari 1958, Ahmad Husein, memproklamirkan berdirinya PRRI di Sumatera.
Keterlibatan Agen Intelijen Amerika (CIA)
Pemimpin Permesta yang kecewa terhadap Pemerintah Pusat Indonesia, kemudian mulai menunjukkan sikap pembangkangan. Salah satunya dengan menjual bahan baku minyak kelapa kepada pihak Singapura.
Saat Sumual, Ahmad Husein, dan Soemitro Djojohadikusumo, tengah berada di Singapura, ketiganya didatangi oleh agen CIA.
CIA mendengar kabar soal pergerakan yang dilakukan Permesta memutuskan untuk membantu dalam upaya menggoyahkan pemerintahan Presiden Soekarno, alasannya agar komunis tak semakin membesar di Indonesia.
Mengetahui tujuan Sumual, Ahmad Husein, dan Soemitro Djojohadikusumo yang sedang berusaha membeli perlengkapan senjata, CIA datang membawa angin segar kepada ketiganya dengan menawarkan bantuan senjata secara cuma-cuma, dan dilakukan secara diam-diam.
Pada tahun 1958, bantuan CIA kepada PRRI/Permesta mulai didatangkan. CIA mengirim 15 pesawat pengebom B-26 dan beberapa pesawat tempur P-51 Mustang untuk Permesta.
Selain pesawat, CIA juga menyuplai bantuan kepada Permesta berupa alat persenjataan, lengkap dengan dana operasional.
Lebih masif lagi dengan menambah pasukan tentara bayaran yang didatangkan dari Taiwan, Polandia, Filipina, dan Amerika Serikat. Hal ini seolah menegaskan bahwa CIA menginginkan adanya pergolakan besar antara Permesta melawan Pemerintah Indonesia.
Dengan bala bantuan itu, Permesta leluasa melakukan serangan melalui udara. Serangan dimulai dengan membombardir kota-kota di Sulawesi dan Maluku yang dikendalikan oleh pemerintah pusat, termasuk Makassar dan Ambon.
Pemerintah Pusat Indonesia yang menganggap aksi PRRI/Permesta sebagai bentuk pemberontakan, sontak langsung melakukan operasi militer.
Keterlibatan CIA Akhirnya Terbongkar
Pada 18 Mei 1958, keterlibatan CIA dalam pemberontakan PRRI/Permesta akhirnya terbongkar.
Hal itu diketahui saat pesawat B-26 yang dikemudikan oleh Allen Lawrence Pope berhasil ditembak jatuh oleh Ignatius Dewanto di wilayah Ambon.
Usai melumpuhkan pesawat B-26, Allan Pope pun berhasil ditangkap hidup-hidup. Penangkapan itu sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional mengenai keterlibatan Amerika Serikat dalam aksi pemberontakan Permesta.
Dengan begitu, operasi rahasia Amerika Serikat melalui CIA dengan menumpang pada pemberontakan PRRI) Permesta bisa dipastikan gagal total.
Penumpasan PRRI/Permesta
Setelah dipastikan gagal dalam upaya keterlibatan pemberontakan PRRI) Permesta, Amerika Serikat lantas menarik seluruh bantuannya. Lalu dengan mudah TNI memadamkan perlawanan PRRI di Sumatera Sumatera dalam waktu cepat.
Sementara itu, Sumual dan Permesta di Sulawesi masih berusaha melakukan gerilya melawan TNI AD pimpinan AH Nasution.
Namun pada akhirnya Ahmad Husein dan Sumual bersedia menyerahkan diri setelah pemerintah pusat menawarkan amnesti.
Selama terjadinya pergolakan, diperkirakan lebih dari 20 ribu jiwa tewas dalam peristiwa itu. Pemerintah Indonesia berhasil menuntaskan sejarah kelam itu secara penuh pada tahun 1961.
Sumber referensi:
- Matanasi, Petrik. (2011). Prajurit-prajurit di Kiri Jalan. Yogyakarta: Trompet Book.
- Media online Kompas.com (2022).
Editor: AEP