Desain Ibu Kota Negara Nusantara. |
Pewarta.co.id, Jakarta - Gejolak penolakan Ibu Kota Negara Baru Nusantara terus bermunculan. Bahkan sebuah petisi online sudah ditandatangani puluhan ribu warganet.
Hingga berita ini ditayangkan, petisi yang diprakarsai Narasi Institut bertajuk "Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara" itu sudah menampung sebanyak 32.370 suara.
Pembuat petisi mencantumkan alasan membuat gagasan petisi penolakan pemindahan Ibu Kota baru tersebut.
"Memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak tepat," tulis inisiator petisi.
Pihak Narasi Institut beranggapan proyek IKN ini akan berdampak buruk pada perekonomian negara, juga yang tak kalah penting adalah dampak bagi kelestarian lingkungan.
Petisi tentang penolakan IKN baru ini digagas oleh 45 orang inisiator yang berasal dari beragam latar beragam. Namun yang menyita perhatian adalah adanya keterlibatan beberapa tokoh publik yang juga turut serta di dalamnya, seperti Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqqodas, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Dari kalangan akademis ada nama Sri Edi Swasono, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia yang juga suami dari Meutia Hatta, dan Azyumardi Azra, selaku Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Dan yang terakhir ada nama ekonom senior Faisal Basri.
Respon Pemerintah Terkait Petisi Penolakan IKN Baru
Menanggapi munculnya petisi penolakan Ibu Kota Negara tersebut, pihak pemerintah pusat menyampaikan responnya.
Meski belum ada pernyataan resmi dari Presiden Jokowi, namun ia sempat menyampaikan bahwa pemindahan Ibu kota Negara tersebut merupakan bagian dari transformasi ekonomi untuk meningkatkan nilai tambah perekonomian.
"Pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur adalah bagian penting transformasi ini. IKN Nusantara kita jadikan sebagai hasil transformasi baik di bidang lingkungan, cara kerja berbasis ekonomi teknologi, dan lain-lain," ujar Jokowi dalam acara Mandiri Investment Forum, Rabu (9/2/2022) lalu.
Namun agar tak terkesan acuh terhadap aspirasi yang tertuang dalam petisi tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden , Wandy Tuturoong mengatakan, pemerintah tetap akan mempertimbangkan munculnya petisi penolakan Ibu Kota Negara tersebut.
Karena menurutnya, semua aspirasi baik itu pro maupun kontra tetap akan menjadi bahan pertimbangan sekaligus masukan yang bagus bagi sistem demokrasi di Indonesia.
(nan/sp)